KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menyoroti rencana pengembangan proyek wisata kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru (TNBTS) menjadi salah satu 'Bali Baru'.
Rencananya akan ada pembangunan fasilitas wisata seperti jembatan kaca, glamour camping (glamping), homestay hingga restoran di tiga titik yakni kawasan Jemplang, dari arah Probolinggo, dan arah Kabupaten Malang.
Staf Walhi Jatim Lila Puspita menilai, pembangunan proyek wisata itu berpotensi merusak karena berada di lokasi rawan bencana.
Baca juga: Polemik dan Keresahan Warga Tengger soal Kawasan TNBTS yang Digadang-gadang Jadi Bali Baru
Bahkan di kawasan pembangunan proyek wisata tersebut sudah terdapat tanda papan bertuliskan 'kawasan rawan bencana'.
"Karena memang, di bawahnya (tanah) ada gas beracun yang bisa saja tiba-tiba keluar atau meledak, seperti itu. Selain itu juga ada kemiringan (tanah) hingga 60 derajat," kata Lila.
Selain itu, lanjut Lila, penuturan warga Tengger juga menyebutkan bahwa kawasan yang menjadi proyek wisata itu merupakan tanah hila-hila atau tanah suci.
Kehidupan warga Tengger selama ini dikenal sangat erat berdampingan dengan para leluhur.
Bagi warga Tengger, tanah memiliki arti yang sangat mendalam karena dipandang sebagai pusat religi dan sumber penghidupan dari Sang Hyang Widhi dalam konsep Hinduisme.
Di atas tanah itulah warga Tengger melakukan aktivitas bertani yang dianggap sebagai aktivitas suci atau sakral.
Baca juga: Terdampak Pandemi Covid-19, Ratusan Jip Sewaan di Bromo Dijual Pemiliknya
Jika tanah itu hilang, warga Tengger akan kehilangan aktivitas ibadah untuk memberikan hasil bumi kepada leluhur mereka.
"Di Jemplang (titik pembangunan proyek wisata) itu ada kawasan yang menurut orang Tengger merupakan kembalinya orang-orang yang sudah meninggal ke sana," kata Lila.
"Jadi ada batas antara dunia manusia dan juga batas ke dunia leluhur. Dan yang kami ketahui bahwa orang Tengger itu hidupnya sangat-sangat berdampingan dengan roh leluhur," imbuh Lila.
Berdasarkan sejarah adat masyarakat Tengger, aktivitas bertani merupakan pekerjaan yang sangat diutamakan karena sama halnya dengan merawat tanah.
Dari aktivitas bertani itulah, hasil bumi akan dilabuhkan setiap Upacara Kasada di mana masyarakat adat Tengger akan melarungkan hasil bumi ke dalam Kawah Gunung Bromo dengan harapan terhindar dari malapetaka.
Baca juga: Jembatan Kaca di Kawasan Bromo Segera Dibangun
"Dengan bertani, mereka akan merawat tanah, mereka akan berhubungan dengan para leluhur mereka dan hasilnya (hasil bumi) itu bisa dijadikan untuk dilarungkan di Upacara Kasada," tutur Lila.