KOMPAS.com - Perayaan Maulid Nabi 2021 jatuh pada tanggal 19 Oktober 2021.
Di Tanah Air ada beberapa tradisi unik yang dilakukan masyarakat untuk merayakan kelahian Nabi Muhammad.
Seperti masyarakat Kendal, Jawa Tengah yang memiliki tradisi weh-wehan atau ketuin atau saling menukar makanan antar tetangga.
Sementara di Pacitan, masyarakat merayakan Maulid Nabu Muhammad SA dengan memasak nasi suci ulam sari.
Dalam satu paket nasi suci ulam sari ini terdapat dua elemen utama yakni nasi uduk dan ayam tukung yang penuh folosofi.
Berikut 7 tradisi merayakan Maulid Nabi di Indonesia:
Mereka melakukan tradisi weh-wehan atau ketuin yaitu saling menukar makanan antartetangga.
Awalnya, weh-wehan hanya dilakukan oleh warga Desa Krajan Kulon dan Desa Kutoharjo, Kaliwungu. Namun belakangan kebiasaan ini meluas ke seluruh kecamatan.
Antropolog Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Ibnu Fikri menjelaskan, tradisi weh-wehan sudah dijalankan masyarakat selama ratusan tahun.
Diawali dari salah satu penyebar agama Islam di Kaliwungu, Kiai Haji Asyari atau Kiai Guru. Kala itu ia memberi makanan kepada masyarakat kampung pesantren sebagai wujud kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad.
“Makanan khasnya adalah sumpil, seperti ketupat, tapi kalau sumpil bentuknya segitiga, ukurannya kecil-kecil, dan dibungkus dengan daun bambu. Cara memakannya dengan sambal kelapa,” ujar Fikri.
Baca juga: Weh-wehan, Cara Warga Kendal Peringati Maulid Nabi Muhammad
Masyarakat akat berebut gunungan yang telah disediakan. Ada dua pasang gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) yang diperebutkan warga.
Keluarnya gunungan itu menandai puncak tradisi Sekaten yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Surakarta untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Gunungan jaler berisi hasil bumi, seperti kacang panjang, wortel, terong, cabai, telur asin dan klenyem (makan terbuat dari singkong). Sementara gunungan estri berisi intip (makanan yang terbuat dari nasi).
Gunungan itu diarak oleh para abdi dalem, sentana dalem Keraton Surakarta dari Kori Kamandungan menuju halaman Masjid Agung Surakarta.
Mereka melewati rute Kori Kamandungan - jalan Sampit Urang Barat - menuju Masjid Agung Surakarta. Namun saat pandemi, tradisi tersebut ditiadakan karena memicu kerumunan.
Baca juga: Ketika Warga Berebut Berkah Gunungan Garebek Maulid Keraton Surakarta