KOMPAS.com - Jerat utang pinjaman online membuat sejumlah warga menderita.
Tak hanya itu, teror dan ancaman yang dilakukan para "debt collector" saat melakukan penagihan dianggap sering tak manusiawi.
Salah satu korban teror pinjol asal Bandung, Jawa Barat, TM (39), mengaku sempat depresi akibat ulah para "debt collector" tersebut.
Baca juga: Diteror Pinjol, Seorang Ibu di Wonogiri Gantung Diri dan Tinggalkan Wasiat: Sampaikan Maafku...
Menurutnya, teror dan ancaman mulai berdatangan saat ia tidak mengembalikan uang tersebut karena dirinya merasa tidak melakukan peminjaman apapun.
"(Teror) masuk ke hp pribadi dan kontak keluarga, mereka langsung menghakimi saya, akhirnya saya down secara psikis dan mental saya. Ada rasa takut ketemu orang, karena ada ancaman," ucapnya.
Baca juga: Tagih Utang hingga Buat Nasabah Depresi, Kantor Pinjol di Sleman Digerebek, Polisi: Usut Tuntas
Menurut praktisi hukum di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Yuniarti, SH., M.H.,LLM, mekanisme penagihan dalam skema pinjaman online sudah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), Surat Edaran Kapolri dan peraturan Bank Indonesia (PBI).
"Mekanisme penagihan tidak boleh dilakukan secara brutal dan melawan hukum. Bahkan seorang debt collector sekarang harus juga memiliki lisensi yang diberikan oleh OJK," katanya kepada Kompas.com, Minggu (17/10/2021).
"Hal ini untuk melindungi masyarakat. Jika memang pelaku usaha melakukan penagihan secara melawan hak maka masyarakat dapat melaporkan pelaku usaha tersebut," tambahnya.
Baca juga: Sosok TM, Korban Pinjol di Balik Penggerebekan di Sleman, Dijebak SMS dan Memilih Lapor Polisi