PALEMBANG, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, kembali menggelar sidang kasus suap pengerjaan 16 paket proyek pengerjaan jalan yang menjerat Bupati nonaktif Muara Enim Juarsah, Jumat (15/10/2021).
Dalam sidang dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan itu, Juarsah membacakan seluruh permohonannya kepada ketua majelis hakim Sahlan Efendi sembari menangis.
Dalam pleidoi yang diberi judul, “Nasib Seorang Wakil Bupati yang Terdzolomi”, Juarsah menyatakan bahwa ia sepenuhnya menolak tuntuan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Dinilai Tidak Jujur, Bupati Muara Enim Juarsah Dituntut 5 Tahun Penjara
Juarsah tetap membantah dakwaan yang menyatakan bahwa ia telah menerima aliran dana suap proyek tersebut sebesar Rp 4,17 miliar.
Bahkan, Juarsah juga membantah tuduhan uang suap digunakan untuk kebutuhan anak dan istrinya maju sebagai calon wakil rakyat.
"Apa yang dituntut JPU kepada saya yang dikatakan telah menerima uang dari Robi (sudah vonis), saya disebut menerima suap atau gratifikasi untuk biaya pemilu anak dan istri saya dan didakwa ikut bagi-bagi proyek. Saya sangat sakit hati dan penghinaan bagi saya,” kata Juarsah saat membaca pleidoi.
Menurut Juarsah, saat dilakukan pengurusan proyek, dia hanya menjabat sebagai Wakil Bupati Muara Enim.
Sementara pasangannya, Ahmad Yani, merupakan Bupati terpilih.
Dalam posisi tersebut, menurut Juarsah, seluruh kewenangan dan kebijakan diambil alih oleh Ahmad Yani.
Sementara Juarsah merasa tidak mengetahui apapun soal proyek itu.
“Saya Wakil Bupati yang terdzalimi dan mencari keadilan,” ujar Juarsah.
Setelah membacakan pleidoi tersebut, Juarsah merasa lega dan meyakini bahwa nantinya majelis hakim akan memutuskan yang terbaik untuk dirinya.
“Apa yang saya alami dan sesuai dengan fakta persidangan. Insya Allah hakim akan memberikan yang terbaik dan yang seadil-adilnya, melepaskan saya dari segala dakwaan maupun tuntutan,” kata Juarsah.