NUNUKAN, KOMPAS.com – Tubuh renta yang tengah terbaring lemah, tiba-tiba bersemangat ketika diajak berbicara tentang kisah perjuangannya dalam peristiwa konfrontasi RI – Malaysia pada 1965.
Matanya terpaku pada langit langit seakan menerawang jauh, lalu berdiam diri sebentar untuk mengingat peristiwa perjuangan yang pernah ia lalui dulu.
Beberapa kali, ia menegaskan namanya adalah Gabriel Luly (82), seorang penunjuk jalan dan telik sandi bagi para pejuang KKO dan sukarelawan.
"Saya menjadi penunjuk jalan saat konfrontasi. Kenangan terburuk saya adalah ketika pasukan salah rute karena saya salah memberikan informasi. Kami diserang, dibombardir, suara desingan peluru dan ledakan bom di mana-mana. Kami terkepung, dan tertangkap oleh Malaysia," ujarnya menuturkan kenangan semasa perjuangannya, Kamis (30/9/2021).
Baca juga: 1.200 Peluru Peninggalan Konfrontasi RI-Malaysia Ditemukan di Hutan Kaltara
Gabriel memiliki segudang pengalaman di wilayah Sabah.
Perantau asal Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, ini menjalani pelatihan militernya di Nunukan, Kalimantan Utara, dan ditugaskan untuk menyusup ke Kalabakan, Malaysia.
Ia bertugas menunjukkan lokasi kedudukan pasukan Malaysia dan arah pelarian bagi para pejuang Indonesia.
Hanya saja, gerilya yang dilakukan pasukan KKO diketahui musuh dan dikepung dari berbagai penjuru.
"Kami dihujani mortir dan masuk dalam jebakan musuh. Kami bertahan dalam hutan sampai 11 hari lamanya. Logistik perbekalan habis, tiada beras, kami hanya makan daun daun pahit dalam hutan yang bisa dimakan," tuturnya.
Pandangan Gabriel masih demikian tajam.
Setelah mengambil jeda sejenak menyelami reaksi lawan bicaranya seakan memastikan penggambaran yang dituturkan bisa dipahami, ia kembali melihat langit langit dan melanjutkan ceritanya.
Habisnya perbekalan menjadi awal petaka bagi regu pasukan yang di dalamnya termasuk Gabriel.
Baca juga: 11 Granat Buatan NATO Ditemukan di Bukit Gurkha Nunukan
Mereka akhirnya ditemukan, dan langsung dibawa menggunakan helikopter ke penjara Kuching, Malaysia.
Mereka dipotret dan langsung dimasukkan penjara tanpa diadili.
Sebagai tahanan, Gabriel dan rekan seperjuangannya mendapat banyak penyiksaan.
"Kami dipukuli, mereka meminta informasi dan sering bertanya seperti apa profil Bapak Soekarno. Saat itu nama Bapak Soekarno dianggap hantu di Asia Tenggara. Pidatonya menggetarkan dunia," katanya.