PALEMBANG, KOMPAS.com - Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melakukan pemeriksaan sebanyak 10 orang saksi terkait perkara dugaan kasus korupsi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) yang menjerat mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.
Dari ke 10 saksi yang dihadirkan, satu di antaranya adalah Wakil Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2013 Eddy Yusuf.
Baca juga: Mengaku Tak Kenal Toni, Alex Noerdin Bantah Terima Suap Rp 2,43 Miliar di Kasus Masjid Sriwijaya
Eddy usai diperiksa mengatakan, materi pemeriksaan yang diberikan penyidik tak jauh berbeda dari sebelumnya. Ia dilontarkan pertanyaan oleh penyidik seputar PDPDE.
Menurut Eddy, ia sempat menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas dalam perusahaan tersebut. Namun soal proyek dan pembagian fee tak mengetahui banyak.
"Saya ditunjuk oleh beliau waktu itu sebagai badan pengawas tapi tidak ada kewenangan apa-apa," kata Eddy usai diperiksa, Rabu (29/9/2021).
Baca juga: Kejati Sumsel Pastikan Proses Hukum Alex Noerdin Tetap Berjalan, meski Telah Ditahan Kejagung
Dijelaskan Eddy, selama lima tahun menjadi wakil gubernur, ia telah memprediksi kasus ini akan bergulir ke ranah hukum.
Hal tersebut terbukti dengan adanya para tersangka dalam lingkaran korupsi PDPDE.
"Lima tahun saya menemaninya kan (sebagai Wakil Gubernur Sumsel). Dia (Alex) Bupati Muba, saya Bupati OKU, kita maklum bakal kejadian seperti ini," ujarnya.
Selama menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumsel satu periode, Eddy mengaku tak diberi kewenangan apapun saat sebagai orang nomor dua di pemerintahan.
Menurutnya, seluruh roda pemerintahan di bawah kendali Alex Noerdin sebagai Gubernur Sumsel saat itu.
"Selama jadi Wakil Gubernur saya tidak ada kewenangan apapun, kegiatan saya cuma menghadiri wisudaan," cetusnya.
Dengan kejadian yang menimpa rekannya itu, Eddy pun ikut prihatin. Apalagi Alex langsung terjerat dalam dua perkara sekaligus, yakni masalah PDPDE dan Masjid Sriwijaya.
"Saya juga prihatin kejadian seperti ini," ungkapnya.