LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Sejumlah warga kembali memagari lahan yang berada di Dusun Bangah, Desa Sengkol, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yang menjadi akses pengerjaan jalan bypass menuju lokasi Sirkuit Mandalika, Selasa (28/9/2021)
Dari pantauan Kompas.com, terlihat warga memagari akses jalan dengan menggunakan pohon turi dan beberapa pohon lain sehingga menutupi akses kendaraan yang akan melintas pada lahan yang sedang dikerjakan.
Aksi pemagaran tersebut buntut dari sikap Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang kawasan the Mandalika yang dinilai belum merespons nasib tanah warga.
Baca juga: Jelang World Superbike di Sirkuit Mandalika, Gubernur NTB Kebut 70 Persen Vaksinasi Warga
Amaq Mae, warga Desa Mertaq menyampaikan, ia memiliki lahan seluas 12 hektar dan tidak pernah menerima bayaran sepeser pun sebagai pengganti.
"Sudah dua kali kami melakukan aksi seperti ini, tapi perusahaan tidak pernah merespons, kami tidak pernah melihat bayaran se-rupiah pun," kata Mae ditemui di lokasi pemagaran, Selasa.
Mae mengatakan, ia menempati lahan tersebut sejak awal saat masih berupa hutan pada tahun 1967 sebelum masuknya ITDC.
"Dulu ngagum kita ini, jadi kita yang buka lahan ini, yang awalnya hutan. Itu pada tahun '67, dulu belum ada namanya ITDC," kata Mae.
Dikatakan Mae, ia sangat mendukung program pemerintah atas pembangunan di Mandalika untuk kepentingan bersama.
Kendati demikian, Mae menegaskan bahwa persoalan hak atas lahannya harus terlebih dulu diselesaikan.
"Kami tidak pernah meminta bayaran tinggi, sesuai harga pemerintah aja (appraisal). Ini kan untuk kepentingan negara, silakan ITDC datang ke rumah kita tawar-menawar, tapi tidak pernah datang," ujarnya.
Baca juga: Mengintip Kemegahan Pullman Mandalika, Hotel Bintang 5 dengan Nilai Investasi Rp 709 Miliar
Sementara itu Kepala Desa Sengkol, Satria, yang mendatangi lokasi pemagaran, meminta Mae membuka akses jalan mengingat proyek tersebut sedang dalam percepatan menyambut perhelatan World Superbike (WSBK) pada November mendatang.
Satria menyampaikan, jika ada warga yang merasa mempunyai dokumen kuat atas tanahnya, agar berkoordinasi dengan pihak desa dan membahasnya bersama ITDC.
"Saya selalu mengatakan, siapapun yang memang surat-surat atas haknya masih betul, masih kuat silakan kita koordinasi. Banyak kok yang dibayar, diselesaikan dengan sangat bagus," kata Satria.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, terdapat sejumlah warga yang mengaku mempunyai lahan, tapi setelah datanya dibuka ternyata pernah dijual oleh orang tuanya lebih dulu.
"Karena pembebasan lahan ini panjang semenjak tahun '90-an. Jadi ada kasus setelah dibuka datanya ternyata neneknya sudah jual. Supaya tidak terjadi seperti itu mari kita koordinasi," jelas Satria.
Baca juga: Saat Nelayan hingga Warga Pesisir di Kuta Mandalika Divaksin