MEDAN, KOMPAS.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut) menjadi salah satu putaran pemilihan yang memakan waktu panjang pada Pilkada Serentak 2020 lalu.
Pada putaran pemilihan bupati dan wakil bupati itu sempat diwarnai dengan aksi saling gugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Buntut dari saling gugat itu, KPU Labuhanbatu harus melaksanakan dua kali Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Baca juga: Saat Lantik Bupati Labuhanbatu, Gubernur Edy Sindir Rendahnya Serapan Anggaran
MK saat itu memutuskan PSU dilakukan di sembilan Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 24 April 2021 sebagai buntut gugatan pasangan Erik Adtrada Ritonga-Ellya Rosa Siregar yang tak menerima hasil pencoblosan pada 9 Desember 2020.
PSU pertama ini dimenangkan oleh Erik-Ellya. Namun, pasangan lain, Andi Suhaimi Dalimunthe-Faizal Amri Siregar tak menerima hasil PSU pertama itu.
Mereka kemudian juga melayangkan gugatan ke MK dari hasil PSU tersebut.
Baca juga: Gubernur Edy Rahmayadi: Data Covid-19 di 4 Daerah di Sumut Amburadul
Lagi-lagi, MK memutuskan dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan PSU di dua TPS yang dilaksanakan pada 19 Juni lalu.
Hasil dari dua kali PSU itu, akhirnya pasangan Erik-Allya dinyatakan sebagai pemenang pilkada tersebut.
Setelah menerima SK dari Menteri Dalam Negeri, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi kemudian melantik pasangan Erik dan Allya sebagai Bupati dan Wakil Bupati Labuhanbatu periode 2021-2024, Senin (13/9/2021).
Hal ini menjadi pertanda berakhirnya putaran pilkada yang berlangsung panjang itu.
Edy tak lupa menyinggung soal serapan anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu yang baru sebesar 38,5 persen.
"Ini rendah sekali. Seharusnya di September sudah 60 persen sampai 70 persen," kata Edy usai prosesi pelantikan.
Edy menduga, serapan anggaran yang rendah itu karena Pemkab disibukan dengan proses pemungutan suara yang panjang dan melelahkan itu.