SEMARANG, KOMPAS.com - Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap oknum dokter yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada istri rekan sejawatnya.
Pelaku berinisial DP ini pun ditetapkan tersangka atas perbuatannya mencampurkan sperma ke makanan korban.
Korban menjadi trauma berat, gangguan makan, gangguan tidur dan gangguan emosi sehingga harus pemulihan ke psikolog.
Dirreskrimum Polda Jawa Tengah Kombes Pol Djuhandani Rahadjo Puro mengatakan, berkas perkara kasus tersebut akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah setelah pemenuhan petunjuk jaksa.
"Berkas sudah dikirim dan ada P19 petunjuk jaksa. Sesegera mungkin (P21) kalau petunjuk jaksa sudah kita penuhi semua," jelasnya lewat pesan singkat, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Oknum Dokter di Semarang Diduga Campurkan Sperma ke Makanan Istri Teman
Djuhandani mengungkapkan, pelaku diduga melakukan tindak pidana dalam Pasal 281 ayat (1) KUHP tentang kesusilaan.
"Barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan," jelasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng M Iqbal Alqudusy menambahkan DP telah menjalani pemeriksaan.
"Tersangka dr DP sudah menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Jateng. Surat penyidikan dan penetapan tersangkanya sudah lengkap," katanya.
Sebelumnya diberitakan, oknum dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di sebuah universitas di Kota Semarang diduga melakukan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual tersebut dilakukan pelaku dengan mencampurkan sperma ke dalam makanan yang hendak dikonsumsi oleh korban.
Pendamping korban dari Legal Resource Center untuk Keadlian Jender dan HAM (LRCKJHAM), Nia Lishayati mengungkapkan kejadian bermula saat korban mencurigai tudung saji makanan miliknya selalu berubah posisi dan makanan berubah bentuk.
"Pada bulan Oktober 2020 korban mulai curiga. Awalnya korban mengira ada kucing yang naik ke atas meja makan mengobrak-abrik makanan. Makanan itu memang biasa disediakan untuk makan bersama suaminya," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Polisi soal 10 Mahasiswa Diamankan Saat Jokowi ke UNS: Ada Tata Cara yang Harus Dipatuhi
Diketahui, suami korban merupakan rekan seprofesi pelaku saat menempuh PPDS sehingga memutuskan untuk tinggal bersama dalam satu rumah kontrakan.
"Awalnya korban tidak setuju. Tapi karena alasannya untuk menghemat biaya sewa waktu itu pelaku meminta agar tinggal bersama satu kontrakan dengan suami dan korban. Mereka sudah tinggal sekitar setahunan. Pelaku sudah punya istri dan anak namun tidak diajak tinggal di Semarang," ujarnya.