JAMBI, KOMPAS.com - Perjuangan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Murtati untuk mendapatkan keadilan menempuh jalan berliku dan berat.
Kasus sudah berjalan delapan bulan, namun masih berkutat di kejaksaan dan kepolisian tak kunjung terdaftar di pengadilan.
Ironisnya, penjamin dari tersangka KDRT (SU) adalah seorang anggota dewan aktif di Kabupaten Sarolangun dan kuasa hukum dari Dinas Perberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Sarolangun.
"Karena dijamin anggota dewan dan kuasa hukum dari pemerintah (DP3A) tersangka tidak ditahan," kata Murtati melalui sambungan telepon, Jumat (10/9/2021).
Korban mengaku sering dapat ancaman
Ia mengaku sangat ketakutan dan trauma dengan adanya pelaku yang masih berkeliaran.
Dirinya takut, sewaktu-waktu didatangi pelaku, untuk melakukan sesuatu yang buruk.
"Saya sering menerima pesan dengan kata-kata yang menyakitkan dari pelaku. Semua berisi hinaan, ancaman dan makian," kata Murtati.
Baca juga: Terbukti Lakukan KDRT, Komisioner KIP Jateng Dicopot dari Jabatannya
Setelah kejadian tindak kekerasan pada akhir Januari lalu, ibu dari 4 orang anak ini, berjuang mencari keadilan.
Laporan dibuat karena tindakan kekerasan sudah lebih dari 10 kali. Terakhir dilakukan pelaku saat Murtati berada di rumah saudaranya.
"Tidak kuat lagi. Saya harus lapor polisi. Karena saat terjadi kekerasan itu ada saksinya, sebelumnya tidak ada," kata Murtati.
Bolak-balik ke polisi, terlibat kasus dengan suami
Sesungguhnya, kata Murtati dirinya bukan ingin memperpanjang persoalan, laporan dilayangkan agar mendapat perlindungan dari penegak hukum, pemerintah, serta mendapat pendampingan untuk memulihkan trauma.
Murtati mengaku amat lelah. Selama berbulan-bulan menjalani pemeriksaan, tidak hanya laporannya, dia juga harus bolak-balik ke kantor polisi, karena dilaporkan sang suami, atas tuduhan pencurian.
Tidak hanya itu, dia juga menjalani persidangan di pengadilan negeri agama. Itu lama dan setelah hakim mengabulkan permintaan Murtati, suaminya mengajukan banding.
"Jadi lelah sekali. Takut, saya harus berpindah-pindah. Takut dia menemukan saya. Mau ketemu anak tidak bisa, uang tidak punya," kata Murtati.
Baca juga: Wali Kota Malang: KDRT yang Dialami Siswa Meningkat Selama Belajar Daring