KOMPAS.com - Gelombang ledakan Covid-19 di luar Pulau Jawa-Bali diperkirakan akan terjadi hingga akhir tahun dengan kondisi yang "lebih buruk" dari yang terjadi di Pulau Jawa.
Hal itu disebabkan kompleksitas geografis di Indonesia, infrastruktur layanan kesehatan minim, jumlah tenaga kesehatan sedikit, dan persoalan sosial yang masih tidak memercayai virus corona.
Karena itulah pemerintah Indonesia didesak untuk segera memperketat mobilitas masyarakat demi mencegah terjadinya "survival of the fittest" di wilayah pedalaman.
Baca juga: Menggali Makna Tradisi Suro dan Tahun Baru Islam di Tengah Pandemi Covid-19
Lembaga pemantau Covid, Lapor Covid-19, menyebutkan peningkatan kasus infeksi virus corona tidak hanya terjadi di lima provinsi seperti yang dikatakan Presiden Jokowi yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Riau.
Tapi lonjakan kasus sudah merembet ke provinsi lain di antaranya Sumba Timur dan Maumere di Nusa Tenggara Timur; Sumbawa dan Lombok di Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah.
Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada, Donie Riris Andono, berkata ledakan kasus Covid-19 di luar Pulau Jawa-Bali merupakan peristiwa yang sudah terprediksi lantaran pemerintah tidak bersungguh-sungguh menghentikan mobilitas masyarakat ketika Jawa dan Bali mengalami puncak Covid-19 pada Juli lalu.
Baca juga: Dipecat karena Pandemi, Sopir Bus Ini Tekuni Bisnis Melukis Wayang di Batu Kali
"Karena infrastruktur layanan kesehatan tidak sebaik Pulau Jawa, tenaga kesehatan tak sebanyak di Jawa. Jadi itu akan memengaruhi. Belum lagi nanti salah satu masalahnya kelangkaan oksigen yang terkait dengan jalur distribusi," ujar Donie Riris kepada BBC News Indonesia, Minggu (8/8/2021).
Imbas dari kondisi itu, sambungnya, orang-orang akan kesulitan mencari dan mendapatkan rumah sakit sehingga angka kematian sudah pasti melonjak.
Baca juga: Dua Tahun Pandemi, Penjualan Bendera Merah Putih Lesu
"Makanya pemerintah harus menyiapkan rumah sakit tambahan, membangun shelter berbasis komunitas, dan memperketat PPKM."
BBC Indonesia berusaha meminta tanggapan kepada pemerintah, tetapi hingga berita ini diterbitkan pada Senin (9/8/2021) permintaan kami belum ditanggapi.
Namun dalam Rapat Evaluasi PPKM level 4 Sabtu lalu, Presiden Jokowi meminta para kepala daerah membatasi mobilitas masyarakat merujuk pada ledakan kasus positif di lima provinsi.
Baca juga: HUT Ke-34 Arema, Aremania Dilarang Konvoi karena Pandemi
Sejalan dengan Donie, salah satu inisiator LaporCovid-19, Ahmad Arif, memperkirakan gelombang ledakan Covid-19 di luar Jawa dan Bali akan terjadi hingga akhir tahun.
Namun begitu, kata dia, angka resmi kematian di rumah sakit akan lebih rendah daripada di luar rumah sakit karena terlambat ditangani akibat termakan hoaks "takut di-Covid-kan oleh rumah sakit".
"Problem yang kami khawatirkan terjadi under reported kasus dan kematian karena mereka walau sudah sakit belum tentu mau ke rumah sakit," imbuh Ahmad Arif.
"Nah ini seolah-olah kasus relatif kecil, angka kematian relatif kecil, tapi total kematian sangat tinggi. Ini yang perlu diantisipasi."
"Jangan sampai masyarakat pedalaman menghadapi survival of the fittest, orang yang selamat yang memiliki daya tahan tubuh yang baik dan itu tidak akan terdata jumlah kasus dan kematian."
Sejauh ini Lapor Covid-19 menerima aduan soal kelangkaan oksigen dari warga dan tenaga kesehatan di sejumlah daerah seperti Kota Jayapura di Papua; Lombok dan Sumbawa di NTB; dan Kalimantan Tengah.
Permintaan oksigen ini, kata Ahmad Arif, mengindikasikan terjadinya ledakan kasus di wilayah perkotaan dan akan menjadi permasalahan yang rumit lantaran sumber produksi oksigen di luar Jawa sangat terbatas.
Untuk mengirim ke luar pulau pun, ujarnya, tidak mudah.
"Saya membayangkan ini akan menjadi persoalan berat di daerah-daerah yang infrastruktur medisnya terbatas."
Baca juga: Gunung Ile Lewotolok Kembali Meletus, Tingi Kolom Abu Mencapai 1.500 Meter