PONTIANAK, KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda tujuh desa di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar), sudah berlangsung hampir sepekan terakhir.
Ketujuh desa tersebut yakni, Desa Sungai Baru dan Desa Berlimangdi Kecamatan Teluk Keramat, serta Desa Pelimpaan, Desa Lambau, Desa Sarang Burung Usrat, Desa Sarang Burung Danau, Desa Sarang Burung Kolam di Kecamatan Jawai.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sambas, Asmadi mengatakan, kondisi lahan dan kekeringan menyebabkan api sulit dipadamkan.
“Dalam 4-5 hari lalu, mulai ada pergerakan titik panas dari Desa Lambau, Kecamatan Jawai. Itu satu kawasan hutan produksi Sebugus,” kata Asmadi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: Ular Sanca hingga Kura-kura Mati Terbakar akibat Karhutla di Riau
Asmadi menambahkan, luas lahan yang terbakar diperkirakan mencapai lebih dari 60 hektar.
“Orang mau berkebun dengan membakar, tidak luas, tapi karena angin kuat (api) jadi meluas,” ujar Asmadi.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Sarang Burung Kuala, Edi menyampaikan pemadaman masih dilakukan hingga Rabu (4/8/2021) sore.
Pemadaman dibantu tim gabungan dari Koramil, KPH Sambas, Masyarakat Peduli Api dan masyarakat setempat.
Selama pemadaman, sumur bor yang sudah dibangun Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di Kecamatan Jawai dimanfaatkan.
“Alhamdulillah, bisa dimanfaatkan. Pemadaman di perbatasan Desa Sarang Burung Kuala dengan Sungai Baru kemaren menggunakan selang 2 inci sepanjang 80 meter dan selang 1,5 inci sepanjang 100 meter, masih kuat airnya,” ujar Edi.
Baca juga: Hadiah Rp 100 Juta untuk Desa yang Berhasil Pertahankan Wilayah Bebas Karhutla
“Kalau enggak ada sumur bor bisa habis Desa Sungai Kuala, satu jam kebakaran mencapai 4-5 kilometer,” tambah Edi.
Edi juga mengatakan, selain dimanfaatkan untuk pemadaman api, sumur bor tersebut biasanya juga dimanfaatkan untuk pembasahan saat musim kemarau.
“Kita lakukan ketika lahan gambut sudah kering, lama tidak turun hujan,” ucap Edi.
Dikatakan Edi, sekat kanal yang dibangun menjadi sumber air untuk pemadaman api.
“Kalau di wilayah sekat kanal yang saya perhatikan, api tidak banyak makan tanah, hanya semak-semak belukar,” jelas Edi.