KOMPAS.com - Para pedagang Malioboro, Yogyakarta, “menjerit” karena terdampak pandemi Covid-19.
Ditambah lagi, ada beberapa peraturan soal pembatasan pergerakan warga, contohnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat maupun PPKM level.
Salah satu pedagang kaki lima (PKL) yang berkeluh kesah adalah Dimanto (64).
Menurutnya, kondisi saat ini cukup berat karena pedagang diperbolehkan berjualan, tetapi akses masuk Malioboro masih ditutup.
Hal ini membuat pengunjung belum banyak berdatangan.
"Sekarang lebih berat, diperbolehkan jualan tapi akses jalan masih ditutup. Kita membuat makanan thok tapi tak bisa jual. Pembeli belum ada. Kalau akses dibuka mungkin banyak pembelinya. Kalau sekarang ditutup belum ada pembeli," ujarnya.
Kata Dimanto, bisa menutup kulakan saja sudah bersyukur.
"Kita jualan sehari bisa nutup kulakan saja sudah Alhamdulillah," ucapnya.
Baca juga: Pedagang Malioboro Yogya Pasang Bendera Putih Tanda Menyerah: Kami Tak Bisa Apa-apa Lagi
Hal senada dituturkan Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro Desio Hartonowati.
Meski peraturan dalam PPKM level telah memperbolehkan dine-in, ia mengatakan bahwa pedagang lesehan tetap kesulitan mendapatkan pelanggan.
Salah satu permasalahannya adalah adanya aturan jam buka.
"Pedagang kuliner, kami tetap tidak bisa jualan. Dengan rentang waktu 1,5 jam kami tidak bisa jualan, tetap tutup total," ungkapnya, Jumat (30/7/2021).
Desio menerangkan, para pedagang lesehan mulai berjualan pada sore hari. Namun, pada pukul 20.00 WIB, mereka harus tutup lapak.
"Kita buka pukul 18.00 WIB, aturan jam 20.00 WIB tutup. Kami minta kebijakan pemerintah daerah supaya bisa berjualan sampai pukul 23.00 WIB," sebutnya.
Baca juga: Bendera Putih Berkibar di Malioboro, Pedagang: Bukan Protes, Kami Menyerah...