MAGETAN, KOMPAS.com – Langkah Nenek Rubi (78) sedikit terseok ketika ia memperlihatan sisa tembok bangunan bagian belakang rumahnya yang tinggal separuh karena runtuh saat hujan deras dua tahun lalu.
Di rumah yang hanya berukuran 4x6 meter itu terlihat, separuh tembok belakang dari bata merah sudah setengah rebah. Nenek Rubi pun berinisiatif menopang sisa tembok batu bata tersebut dengan beberapa bilah bambu.
"Hujannya waktu itu deras sekali, pondasinya tidak kuat akhirnya roboh karena tidak ada besinya.. Saya topang pakai bambu biar yang tersisa tidak roboh," ujarnya saat ditemui Kompas.com di rumahnya, di Desa Sidowayah, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Minggu (13/06/2021).
Rumah Nenek Rubi merupakan rumah yang terbuat dari bagian bawah tembok bata sementara separuh dinding ke atas terbuat dari kayu dan bambu.
Baca juga: Kisah Pilu Nenek Adriana Mawar, Tinggal di Gubuk Reyot, Makan Kadang dari Belas Kasih Tetangga
Rumah tersebut juga merupakan bantuan TNI dan warga sekitar 9 tahun lalu. Sejak saat itu rumah tersebut tak pernah tersentuh rehabilitasi sehingga kondisinya sangat memperihatinkan.
Tak memiliki uang untuk menutup tembok bagian belakang rumahnya yang roboh, Nenek Rubi hanya menutupnya dengan terpal kuning.
Kondisi memprihatinkan juga terlihat dari bagian kamar yang hanya beralaskan tanah, sementara untuk tidur Nenek Rubi hanya memiliki kasur lepek di sudut kamar.
Bersebelahan dengan tempat tidur sejumlah gentong tempat menyimpan beras bersanding dengan kotak yang digunakan menyimpan benda lainnya.
Kondisi atap rumah Nenek Rubi juga memprihatinkan karena atap genting yang disangga bambu tersebut telah lapuk.
“Satu -ruangan yang tidak kena air pas hujan ya di kasur saja,” imbuhnya.
Baca juga: Curhat ke Dedi Mulyadi, Pelajar yang Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot Sampaikan Keinginan Ini
Dua tahun terkahir tangan kanan Nenek Rubi terkilir yang membuat dia tak lagi bisa bekerja sebagai buruh tani.
Tak lagi bisa bekerja membuat Nenek Rubi hanya bergantung dari bantuan pemerintah melalui bantuan pangan non tunai dan belas kasihan tetangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Satu satunya pekerjaan ang bisa dilakukan Nenek Rubi adalah menjadi buruh kupas bawang merah milik warga.
"Tangan ini rasanya nyeri dan lemas. Paling bisa kerja buruh mengupas bawang merah. Sehari kalau dapat 20 kilo upahnya Rp 10.000," katanya.
Di rumah kecilnya tersebut Nenek Rubi juga tidak memiliki kamar mandi ataupun WC. Di memilih mandi dan buang air besar di sungai tak jauh dari umahnya.
“Mandi ya di sungai situ. Mau numpang tetangga takut merepotkan,” ucapnya.
Baca juga: Kisah Pilu Aida, Siswi SMK Hidup Sebatang Kara di Rumah Reyot, Ditinggal Kedua Orangtua Sejak Balita
Kepala Desa Sidowayah Suyatno mengatakan, keberadaan Nenek Rubi memang sudah memprihatinkan beberapa tahun terakhir.
Dia mengaku hanya bisa membantu melalui bantuan pangan nontunai serta PKH untk menunjang kebutuhan hidupnya.
"Kalau kebutuhan sehari hari kita bantu melalui pangan nontunai atau PKH," katanya.
Terkait rumah Nenek Rubi yang reyot menurut Suyatno pemerintah Desa Sidowayah telah berupaya menyisihkan anggaran Rp 5 juta untuk merehab rumah Nenek Rubi.
Suyatno mengaku kondisi pandemi Covid-19 membuat pemerintah desa belum bisa membantu melakukan rehabilitasi rumah Nenek Rubi karena terbentur anggaran.
Ia juga belum bisa memastikan kapan akan melakukan rehab rumah nenek renta tersebut. "Kami juga sudah usulkan ke pemerintah daerah untuk dibantu,” imbuhnya.