KOMPAS.com - Di Indonesia, tempe dikenal sebagai 'makanan sejuta umat'. Di mancanegara, ia mendapat reputasi sebagai "superfood" dan makanan vegetarian pengganti daging.
Apapun itu, tempe merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner masyarakat Indonesia.
Namun meskipun tempe diakui sebagai makanan asli Indonesia, sebagian besar kedelai yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri didapatkan dari impor, terutama Amerika Serikat.
Baca juga: Jadi Makanan Favorit Presiden Soekarno, Ini 7 Jenis Tempe di Indonesia
Akibatnya - karena tidak bisa bersaing dengan produk impor- banyak petani kedelai di Indonesia beralih ke komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Menurut data Kementerian Pertanian, saat ini sekitar 70% kebutuhan kedelai di dalam negeri dipenuhi dari impor.
Seorang sejarawan kuliner, Fadly Rahman, mengatakan kondisi ini merupakan "ironi" karena tradisi dan sejarah tempe sangat terkait dengan produksi kedelai dalam negeri - yang pernah sama jumlahnya dengan produksi beras.
Baca juga: Sama-sama Olahan Kedelai, Mana yang Lebih Sehat Tempe atau Tahu?
Fadly - penulis buku Rijstaffel: Budaya Kuliner di Indonesia masa Kolonial 1870-1942 - mengatakan panganan asli Indonesia ini menjadi penyelamat rakyat Jawa pada masa kolonial Belanda dan telah dibuktikan di laboratorium Eropa lebih dari 90 tahun lalu, sebagai makanan super.
Memasok produksi tempe dengan kedelai dalam negeri, kata Fadly, merupakan langkah yang bisa dilakukan masyarakat Indonesia untuk "secara paripurna" mempertahankan tempe sebagai identitas kulinernya.
Baca juga: Hari Tempe Nasional, Coba 21 Resep Olahan Tempe Favorit Ini