SEMARANG, KOMPAS.com - Perkara gugatan yang dilayangkan mantan Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip atas dugaan pendirian bangunan di atas tanah miliknya masih terus bergulir.
Sukawi mengklaim dirinya sudah memiliki tanah di Bendan Ngisor, Semarang Selatan, sejak tahun 1990-an dengan nomor sertifikat No. 712/Bendan Ngisor.
Sementara pihak tergugat yang merupakan seorang pengusaha bernama Tan Yangky Tanuputra juga mengklaim memiliki sertifikat di tanah yang sama dengan luas 675 meter persegi sejak tahun 2017.
Baca juga: Mantan Wali Kota Semarang Ajukan Gugatan Perkara Sertifikat Tanah Ganda
Pengadilan Negeri Semarang pun menggelar sidang di lokasi lahan yang sedang dibangun oleh tergugat.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim yang memeriksa perkara itu meminta BPN Semarang yang turut menjadi tergugat untuk melakukan pengukuran atas obyek sengketa.
Sukawi dan kuasa hukum tampak hadir di lokasi, sedangkan tergugat Tan Yangky Tanuputra diwakilkan kuasa hukumnya.
Dalam sidang lapangan itu, pihak tergugat merasa keberatan karena berdasarkan arahan dari BPN bahwa tanah milik Sukawi bukan berada di lokasi tersebut, namun di sebelah Selatan jalan.
"Sehingga menurut kami BPN sudah tunjukkan ukuran sebenarnya dan letaknya tidak di sini. Kami keberatan sekali karena dengan demikian penggugat menunjukkan obyek yang salah. Ini merugikan klien kami," kata Kuasa hukum tergugat Aryas Adi Suyanto di lokasi, Jumat (21/5/2021).
Baca juga: Jembatan di Kabupaten Semarang Rusak Diterjang Banjir, 50 Keluarga Terancam Terisolasi
Dia menjelaskan, kliennya membeli tanah tersebut dari developer perumahan pada tahun 2017 dengan luas tanah 675 meter persegi.
Di atas lahan yang berada di kompleks perumahan mewah itu tampak pondasi bangunan besar sudah berdiri kokoh dengan material besi cor dan batu bata.
"Ini mau dibangun rumah huni," ujarnya.
Sementara itu, Sukawi mengaku kecewa dengan pernyataan BPN dalam sidang yang menyatakan kalau lahan tersebut bukan tanah tumpuk, namun justru lahan miliknya bukan di lokasi tersebut.
"Saya kurang pas pada saat pegawai BPN justru menganulir pekerjaannya sendiri. Boleh dikatakan kalau tumpuk ya tumpuk, tapi terus dikatakan dengan dalih lain, dia menganulir pekerjaan sendiri," ujarnya.
Sukawi mengaku telah memiliki 34 kapling tanah di lokasi tersebut sejak tahun 1990-an sebelum ada perumahan mewah.
Tiga bidang tanah sempat mengalami double sertifikat dengan indikasi tanah tumpang tindih.