KUPANG, KOMPAS.com - Wajah Husain (22) terlihat pucat saat keluar dari kamar, tempat ia bersama beberapa orang rekannya tinggal.
Berjalan terseok-seok dengan langkah gontai, ia duduk di kursi kayu yang berada persis di depan kamar bagian kanan.
Husain adalah satu dari ratusan pengungsi asal Afganistan yang tinggal di tempat penginapan Kupang Inn di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mengenakan baju kaos biru dipadu celana pendek hitam dan sandal hitam, Husain menatap sekeliling penginapan.
Tatapannya kosong dan sesekali memegang kepalanya. Tak berselang lama, tubuh Husain pun ambruk.
Namun, tidak sampai membentur tanah, lantaran beberapa rekannya berusaha memeluknya.
Husain kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah WZ Johannes Kupang oleh sejumlah rekannya, yang dibantu dua petugas dari Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Kupang.
Baca juga: Fakta Danau di Kupang yang Muncul Usai Badai Seroja, Sempat Viral di Medsos, Kini Mulai Kering
"Husain ini sudah satu tahun sakit. Dia stres berat dan selalu memegang kepalanya kalau sakit. Dia tidak bisa bicara," ungkap Bashkir Rasikh, pengungsi Afganistan lainnya, saat ditemui Kompas.com di Kupang Inn, Rabu (5/5/2021).
Menurut Bashkir, Husain depresi karena memikirkan masa depannya yang tidak jelas. Husain, kata dia, sudah tujuh tahun tinggal di Kupang.
Di Kupang, Husain tinggal sendirian. Setiap hari, pria itu mengonsumsi obat yang diresepkan dokter, tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh.
Baskhir mengaku, bukan hanya Husein yang mengalami depresi berat, tetapi ada juga warga Afganistan lainnya termasuk dirinya.
Semua pengungsi asal Afganistan ingin segera dipindahkan ke negara ketiga agar mendapat pekerjaan tetap.
Karena banyak pengungsi yang depresi, mereka akhirnya memilih menggelar beberapa kali unjuk rasa di depan kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Kupang.
"Kami sudah tinggal di Kupang selama tujuh sampai delapan tahun, tapi nasib kami tidak menentu. Kami ingin dipindahkan ke negara ketiga," kata Rasikh.