JAMBI, KOMPAS.com - Zola Anjelia Putri berharap dirinya akan terus menjelajah hutan.
Gadis kelahiran Nagari Attar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, yang akrab disapa Kajol ini suka menjelajah hutan.
Masuk hutan berhari-hari, jauh dari penerangan listrik, tanpa internet, bagi Zola adalah bagian dari refreshing.
Meski begitu, perjalanan ke hutan selalu membawa misi.
Mengidentifikasi flora dan fauna atau menghitung potensi hutan menjadi keahlian 'Kartini milenial' ini.
Baca juga: 32 Orang Positif Corona Setelah Pemakaman Tanpa Prokes, 1 Desa di Kerinci Diisolasi
Tamat dari Fakultas MIPA Universitas Andalas pada 2017, perempuan yang memilih studi biologi ini semakin membulatkan tekadnya untuk mengabdikan ilmu bagi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Jiwa penjelajah Zola mulai diasah sejak masih berada di kampus dan tergabung dalam Mapala Raflesia.
Saat masuk dunia kerja, Zola aktif di Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.
"Saya suka hutan. Berada dalam hutan membuat tenang dan bahagia," kata Zola melalui pesan singkat, Rabu (21/4/2021).
Baca juga: Cerita Brimob Menyiapkan Menu Buka Puasa, Lebih Sulit Pegang Kompor daripada Popor
Ia mengatakan, hutan dengan berbagai tipe sudah pernah dikunjungi, mulai dari kerapatan rendah, sedang, hingga tinggi. Berbagai medan, mulai dari yang landai sampai yang menjulang tinggi sudah pernah dijelajahi.
Zola meyakini, dengan bergabung bersama komunitas Konservasi Indonesia Warsi sejak 2018, misinya untuk menjelajah hutan akan mudah terwujud.
Di lembaga yang mengusung moto konservasi bersama masyarakat ini, penyelamatan hutan tersisa dan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan menjadi fokus utama.
Tercatat sebagai biodiversity specialist, Zola ditugaskan untuk melakukan survei-survei ke dalam hutan.
“Kalau misalnya suatu kawasan hutan akan diminta untuk suatu perizinan atau untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan, tentu perlu adanya survei potensi hutan. Dari sini kita masuk untuk melakukan servei, sehingga kita punya dokumen, hutan tersebut bagaimana kondisinya, tegakan pohonnya, faunanya dan kondisi lain yang kita jumpai selama di lapangan,” kata Zola.
Survei yang dilakukan ini kemudian menjadi pijakan untuk merumuskan suatu permohonan maupun pengelolaan kawasan.
Sebagai contoh, ada kawasan hutan di Kabupaten Bungo yang posisinya berada di antara Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba.
Sesuai fungsinya, kawasan itu merupakan hutan produksi.
Artinya, suatu waktu bisa diberikan hak pengelolaan pada pihak lain untuk dijadikan kawasan produksi.
Sementara untuk struktur hutan yang tersisa, blok tersebut seharusnya menjadi kawasan perlindungan.
Untuk menguatkan dukungan ini, dasar ilmiahnya adalah hasil survei potensi sumber daya hutan di kawasan tersebut.
“Yang kita lakukan adalah memasang sejumlah kamera trap di dalam hutan, melakukan analisis dan membuat dokumen untuk melengkapi data yang didapatkan. Dari sini kemudian bisa diketahui potensi sumber daya hutan, sehingga ketika kita mendorong perubahan status blok pada kawasan itu, juga terlihat jelas,” kata Zola.
Selama pemasangan kamera trap, Zola tentu tidak sendiri menjelajahi hutan.
Zola akan berangkat bersama tim survei yang terdiri dari sejumlah penduduk lokal.
Selama survei, bisa jadi hanya dia sendirian yang perempuan.
“Kadang takut juga sih, kalau di hutan hanya perempuan sendiri. Apalagi kita kegiatannya sampai berhari-hari. Alhamdulillah selama ini perjalanan saya selalu lancar, bahkan kalau kita sendirian perempuan, dijagain betul sama tim yang lain,” kata Zola sambil tersenyum.
Selama menjelajah hutan, sudah pasti tidak ada sinyal telepon, apalagi internet.
“Itu malah kadang asyik, kita benar-benar fokus melakukan pekerjaan, tidak perlu terkena virus-virus informasi yang tidak perlu,” kata Zola.