JAMBI, KOMPAS.com - Melalui surat-suratnya, Raden Ajeng Kartini pernah menceritakan kondisi sosial masa lalu, di mana kaum perempuan selalu dianggap memiliki keterbatasan.
Lewat suratnya juga, Kartini berupaya menjelaskan betapa perempuan memiliki hak untuk menuntut ilmu dan meraih cita-cita.
Pada masa sekarang, semangat Kartini menginspirasi banyak perempuan untuk berjuang dan berkiprah dalam berbagai bidang.
Salah satunya adalah polisi wanita (Polwan) bernama Septia Intan Putri.
Baca juga: Hari Kartini, Bagaimana Isi Buku Habis Gelap Terbitlah Terang?
Perempuan berpangkat Inspektur Satu (Iptu) tersebut berhasil membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin apabila terus berusaha.
Perjuangan Iptu Septia bukan tanpa halangan.
Berasal dari keluarga sederhana
Iptu Septia terlahir dari keluarga yang sederhana.
Orangtuanya hanya bekerja sebagai tukang sayur di Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Pada awal usahanya meniti karir, Iptu Septia sempat diremehkan orang lain.
"Bahkan ada yang mengucilkan, enggak mungkin lulus Akpol, karena harus siapkan biaya sekian," ujar Iptu Septia kepada Tribunnews.
Baca juga: Kronologi Asisten Manajer Bank Gunakan Uang Nasabah Rp 1 Miliar untuk Judi
Menurut Septia, ada anggapan umum bahwa untuk menjadi seorang polisi pasti membutuhkan biaya yang besar.
Bahkan, banyak orang mengurungkan niat untuk menjadi polisi lantaran takut tidak mampu membiayai pendidikan polisi.
Namun, kisah Septia membantah anggapan tersebut.
Septia memaklumi umpatan yang ditujukkan orang-orang kepadanya, lantaran orangtuanya, Yendri dan Yusmanidar, hanya mendapat penghasilan dari berjualan sayur.
"Tapi saya tidak yakin akan itu (harus menyiapkan uang). Saya tetap berjuang sendiri. Yang lain ikut les, saya tidak ikut. Bermodalkan nekat saja untuk ikut tes," kata Septia.