KOMPAS.com – Sepuluh tahun menanggung derita fisik dan batin karena perlakuan semena-mena suami, seorang perempuan di Semarang baru berani melaporkan kejadian itu ke Jaringan Peduli Perempuan dan Anak Jawa Tengah (JPPA Jateng).
Pasalnya, selama ini korban ingin menjaga keutuhan rumah tangganya.
Koordinator JPPA Jateng Nihayatul Mukharomah mengatakan, kekerasan fisik dan psikis yang dialami korban berawal sejak tahun 2010.
"Puncaknya di bulan Maret 2021, pelaku melakukan kekerasan lagi. Pelaku menampar pipi kanan korban berkali-kali, memukul kepala korban dengan botol air minum ukuran 800 mililiter hingga botol tersebut terlempar," jelasnya dalam siaran pers, Kamis (8/4/2021).
Baca juga: Jadi Korban KDRT Lebih 10 Tahun, Warga Semarang Alami Luka Fisik dan Psikis
Ironisnya, tubuh korban didorong dan hidungnya dipukul sebanyak dua kali di depan kedua anaknya yang masih kecil hingga berlumuran darah.
Anggota JPPA yang lain, Ninik Jumoenita dari PPT Seruni menyatakan, terduga pelaku memiliki trek rekor sebagai pegiat HAM sebelum menjabat komisioner KIP Jateng. Meski demikian, hal itu bertolak belakang dengan perbuatannya yang menganiaya perempuan.
Sebelumnya, aksi kekerasan yang dilakukan SH itu berasal dari pengaduan korban ke LBH APIK yang selama ini memperjuangkan hak-hak perempuan.
Pelaku terus mengulangi perbuatannya pada kurun waktu 2016 dan terakhir pada 27 Maret 2021.
"Awalnya antara korban dan pelaku terjadi perselisihan. Kemungkinan karena ada pihak ketiga. Karena korban pernah mendapati percakapan pelaku dengan perempuan lain di ponsel pelaku, dengan isi percakapan layaknya sepasang kekasih," ungkapnya.
Kendati mendapat tindak kekerasan, korban tetap tidak ingin melaporkan perbuatan pelaku ke pihak kepolisian.
Namun, JPPA Jateng mengecam perbuatan SH dengan mendatangi instansinya yakni Kantor KIP Jateng di Jalan Tri Lomba Juang No. 18, Kota Semarang, Kamis (8/4/2021) untuk melaporkan perbuatan pelaku agar mendapat sanksi tegas.
"Indonesia sudah memerangi KDRT. Bahkan ada UU yang mengatur tentang KDRT yakni pasal 44 dan 45 UU No.23/2004. Maka itu kami merespons kasus ini, apalagi ini dilakukan pejabat publik," ujar Ninik.
Baca juga: Anak Korban KDRT Cenderung Tumbuh sebagai Pelaku KDRT, Benarkah?
Sementara itu, advokat dari LBH Ultra Petita, Eva mendesak KIP Jateng memecat tersangka karena melanggar kode etik yang tercantum dalam Peraturan Komisi Infomasi No.3/2016.
Terpisah, Ketua KIP Jateng Sosiawan mengaku akan menindaklanjuti pengaduan dari JPPA Jateng itu. Jika terbukti bersalah, KIP Jateng tidak segan memberi sanksi tegas kepada anggotanya.
"Tentu kami akan tindak lanjuti laporan ini. Kami akan segera menggelar rapat pleno untuk membahas kasus ini dan mendengar kesaksian terlapor," ujar Sosiawan.
(Kontributor Semarang, Riska Farasonalia | Editor Dony Aprian)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.