KOMPAS.com - Penemuan Situs Kumitir di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, membangkitkan ingatan pada sejarah Kerajaan Majapahit.
Apalagi, kajian arkeolog terhadap Situs Kumitir mengerucut pada kesimpulan bahwa temuan struktur bangunan di Kumitir merupakan jejak arkeologis istana persinggahan Raja (Bhre) Wengker di Kotaraja Majapahit.
Baca juga: Soekarno, Raden Wijaya dan Blitar: Menengok Reruntuhan Monumen Pendiri Majapahit
Istana itu merupakan salah satu dari beberapa bangunan istana atau puri untuk raja-raja bawahan dan bangsawan Majapahit, saat hendak menemui Raja Majapahit maupun saat menjalankan tugas di kotaraja.
Berbagai catatan sejarah mengungkapkan, Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-13, memasuki puncak kejayaan pada abad ke-14, dan diperkirakan runtuh pada abad ke-16.
Pemimpin pertama Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Baca juga: 7 Fakta Situs Kumitir Majapahit, Temuan Jejak Istana hingga Kerangka Manusia
Pendiri Kerajaan Majapahit itu dinobatkan menjadi raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka, bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Sebelum Majapahit berdiri, terdapat rentetan peristiwa yang melibatkan Raden Wijaya sebagai pendiri kerajaan.
Deretan peristiwa itu dimulai dari runtuhnya Kerajaan Singasari akibat serangan Raja Jayakatwang, pemimpin Kerajaan Gelanggelang.
Kerajaan Singasari jatuh setelah diserbu bala tentara Kerajaan Gelanggelang. Kertanegara, penguasa Singasari kala itu, gugur akibat serbuan tentara yang dikirim Jayakatwang.
Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, sempat mencoba untuk melawan pasukan Gelanggelang yang sudah menguasai istana Singasari. Namun karena kekuatan pasukannya yang terus menurun, Raden Wijaya mundur.
Bersama istrinya, Tribuwana, beserta sejumlah pasukan tersisa, Raden Wijaya meninggalkan Singasari. Mereka berjalan ke jurusan utara menuju ke Madura.
Di tempat itu, Raden Wijaya dan rombongannya diterima dengan ramah oleh pemimpin desa yang bernama Macan Kuping. Mereka dijamu dengan buah kelapa muda dan nasi putih.
"Raden Wijaya terharu menerima sambutan ramah tamah itu," Dikutip dari buku berjudul Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, karya Prof. Dr. Slamet Muljana (2005), dalam perjalanan menuju Madura, Raden Wijaya singgah di Dusun Pandak.
Setibanya di Madura, Raden Wijaya menemui adipati Wiraraja. Dia diterima dengan ramah oleh penguasa wilayah Madura itu.
Wiraraja menyarankan agar Raden Wijaya sukarela menyerahkan diri kepada Raja Jayakatwang. Kaitannya dengan saran itu, Wiraraja berjanji akan membantu Raden Wijaya bisa menjadi pegawai di keraton Kediri.