Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Sepiring Nasi Pecel, dari Suguhan Ki Gede Pemanahan hingga Ditulis di Serat Centhini

Kompas.com - 27/02/2021, 08:18 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pecel adalah makanan yang mudah ditemukan khususnya di Pulau Jawa. Pengelolaan makanan ini sangat sederhana. Berbagai jenis daun yang bisa dimakan direbus llau dimakan dengan saus kacang yang berbumbu kencur, asem, garam dan cabai.

Rasanya tak hanya segar, tapi juga pedas, wangi dan gurih. Pecel memiliki keunggulan salah satunya adalah kaya serat dan anti oksiden serta sangat menyehatkan.

Lalu bagaimana sejarah pecel?

Dalam buku Babad Tanah Jawi diceritakan Ki Gede Pamanahan beritirahat di Dusun Taji saat melakukan perjalanan ke Tanah Mataram.

Di Dusun Taji, Ki Ageng Karang Lo menyiapkan jamuan untuk Ki Gede Pamanahan yakni nasi pecel daging ayam, sayur menir.

Selasai makan, Ki Gede Pamahanan berkata, "Terimakasih Ki Sanak. Hidangannya enak sekali. Saya sungguh sangat berhutang budi pada Ki Sanak. Semoga kelak saya bisa membalasanya."

Saat ditanya hidangan apakah itu. Ki Ageng Karang Lo menjawab, "Puniko ron ingkang dipun pecel." Artinya adalah dedaunan yang direbus dan diperas airnya.

Sejak itu hidangan tersebut dikenal dengan pecel.

Baca juga: 5 Cara Bikin Bumbu Pecel Harum, Trik untuk Jualan

Disebut di Serat Cethini

Ilustrasi pecel Madiun, cocok untuk menu sarapan. DOK. SAJIAN SEDAP Ilustrasi pecel Madiun, cocok untuk menu sarapan.
Pecel juga disebutkan di naskah Centhini yang menjadi koleksi milik Badan Pelestarian Nilai Budaya yogyakarta.

Serat Centhini diawali dengan cerita kedatangan Syekh Wali Lanang dari Tanah Arab ke Tanah Jawa yang kemudian menurunkan Sunan Giri.

Singkat kata, Sunan Giri Prapen memiliki tiga putra yakni Jarengresmi, jayengsari, dan Niken Rancangkapti. Mereka kemudian meninggalkan Giri.

Perjalanan Raden Jayengresmi disertai kedua santrinya Gathak dan Gathuk mengembara melewati wilayah Surabaya, Kediri, Bojonegara, Rembang, Purwadadi, Semarang, Pekalongan, Cirebon, Purwakarta, Krawang dan Bogor.

Baca juga: Resep Bumbu Sambal Pecel Pedas, Kemas Rapi buat Stok di Rumah

Ketika sampai di Dukuh Argapura, Raden Jayengsari dan adiknya membayangkan makanan yang ingin mereka makan yaitu sekul pulen, panggang pudhak, jangan menir, pecel dhere, dhendheng manjangan gepuk, lalap sledri cambah kemangi, carabikang, koci, mendut, dan timus.

Sedangkan abdinya yang bernama Buras membayangkan sekul gaga blenyik putih, pecel iso myang semanggi, dan dhendheng pendhul maesa.

Saat itu pecel menjadi salah satu hidangan yang disajikan untuk Jayengsari.

Di Serat Cethini juga terdapat hidangan yang bernama rurujakan yang bebahan buah atau sayur yang kemudian berkembang menjadi hidangan pecel yang dikenal saat ini.

Baca juga: 4 Tempat Makan Pecel Terkenal di Kota Malang, Ada di Glintung dan Kawi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com