Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terabas Banjir di Subang, Dedi Mulyadi: Pilihannya Tak Bisa Kembali atau Celaka

Kompas.com - 09/02/2021, 09:14 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menengok lokasi bencana banjir di daerah pemilihannya, Subang.

Banjir menerjang sejumlah lokasi di Subang, termasuk Kampung Cengkong, Desa/Kecamatan Sukasari dan Kampung Poponcol, Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan pada Senin (8/2/2021).

Untuk menjangkau para korban banjir, Dedi mengaku langsung menerabas banjir dengan kendaraannya.

"Saya tembus ke sana. Orang nggak berani ke sana. Saya hanya punya dua pilihan, bisa kembali atau celaka. Itu risiko," katanya kepada Kompas.com via telepon, Selasa (9/2/2021).

Baca juga: Warga yang Terjebak Banjir dan Live Facebook di Subang Berhasil Dievakuasi

Dedi mengatakan, banjir tersebut terbilang cukup parah, terutama di daerah Pamanukan.

Dedi mengatakan, pihaknya menyiapkan nasi hangat dan air untuk korban banjir. Bantuan makanan langsung santap itu penting karena korban bisa langsung mengonsumsinya tanpa ribet harus memasaknya.

Dedi mengakui, warga kini sudah mulai paham dan memiliki kecakapan. Cekatan dalam menangani banjir.

"Mereka berani terjun tanpa alas kaki, tanpa pengaman di daerah rawan. Kekuatan warga itu sebenarnya yang utama," katanya.

Penyebab banjir

Wakil Ketua Komisi IV menyatakan, banjir yang menerjang sebagian wilayah di Subang disebabkan pembangunan properti yang tak terkendali.

Menurut Dedi, semua kawasan penyerapan air seperti rawa, sawah, hutan, dibabat untuk pembangunan kawasan perumahan dan pabrik. Padahal, kata Dedi, sebelumnya di daerah itu tak pernah terjadi banjir.

"Kata warga di situ, dulu nggak pernah banjir. Penyebabnya pembangunan, properti. Sawah dihantam, rawa diuruk untuk properti. Nggak ada serapan," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Selasa (9/2/2021).

Dedi melanjutkan, sungai-sungai di Subang, yakni Citarum dan aliran-liran sungai kecil mengalami pendangkalan dan penyempitan. Penyebabnya karena dari hulu air bercampur lumpur mengalir. Hal itu terjadi karena lahan di hulu mengalami pegundulan akibat penambangan dan perambahan hutan.

"Saya sudah sampaikan itu ke DPR. Problemnya apa? Kurang diurus. Seluruh DAS (daerah aliran sungai) mana sih yang nggak ditutupi bangunan? Hampir semuanya tertutupi dan selama ini dibiarkan. Tidak ada penindakan terhadap bangunan-bangunan yang berderet di pinggir sungai, semuanya dibiarkan," tandas Dedi.

Menurut Dedi, seharusnya di sepanjang DAS tak ada bangunan. Sementara kenyataannya banyak.

Dedi mengatakan, kian hari Indonesia semakin rawan bencana, mulai longsor dan banjir. Hal itu karena tata ruangnya yang berantakan dan itu harus dibenahi.

"Itu yang saya sampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Saya menyebut diperlukan audit lingkungan. Kabupaten jangan dipotret sama kabupaten, harus dari luar. Nggak bisa motret dari dalam," katanya.

Baca juga: 2 Warga Meninggal Saat Dievakuasi dari Lokasi Banjir di Indramayu

Dedi beralasan, untuk audit lingkungan tidak bisa dilakukan secara internal oleh pemda sendiri karena dipastikan tidak objektif. Pasti ada kepenntingan. Audit lingkungan harus dilakukan oleh auditor lingkungan independen dan ditangani langsung oleh pemerintah pusat.

 

"Tata ruang harus ditarik ke pusat, dipotret dari udara," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com