Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Usul Pemilik Gergaji Mesin Harus Berizin Seperti Senjata Api

Kompas.com - 04/02/2021, 19:10 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR bidang pertanian, peternakan dan lingkungan, Dedi Mulyadi mengusulkan agar pemegang gergaji mesin (chainsaw) harus memiliki surat izin dari wali kota atau bupati.

Kepemilikan mesin penebang pohon seperti gergaji mesin itu harus terdaftar di pemerintah daerah setempat.

"Pemilik chainsaw bisa siapa saja harus berizin. Kalau orang punya chainsaw berizin sehingga setiap orang nanti akan hati-hati. Saat menebang pohon harus punya izin dari kepala desa," katanya kepada Kompas.com via sambungan telepon, Kamis (4/2/2021).

Menuru Dedi, kepemilikan gergaji mesin harus terdaftar sama dengan penguasaan senjata api. Sebab, gergaji mesin ini memiliki daya rusak tinggi, terutama untuk lingkungan.

"Sehingga harus mendapat izin kepemilikan dari wali kota/bupati sehingga terdata. Jika ada penebangan pohon tinggal dipanggil pemilik chainsaw. Chainsaw siapa yang dipakai," katanya.

Baca juga: Dedi Mulyadi: KLHK Harus Umumkan Era Siapa yang Paling Banyak Obral Izin Alih Fungsi Hutan

Selain itu, lanjut Dedi, penebangan pohon jenis apapun harus mengantongi izin kades.

Sehingga kepala desa bisa menentukan usia dan ketinggian pohon serta kemiringan tanah tempat pohon yang boleh ditebang.

"Sekarang ini tata aturan ini nggak ada. Bebas. Ini untuk pohon-pohon yang di kebun ya, yang dimiliki rakyat. Harus ada izin kepala desa," tandasnya.

Sindir reboisasi

Dalam kesempatan itu, Dedi Mulyadi juga menyindir kegiatan reboisasi, baik yang dilakukan lembaga swasta maupun pemerintah. Sebab, kegiatan penghijauan itu tidak ada artinya jika perambahan hutan baik legal maupun ilegal masih terus terjadi.

Dedi mengatakan, banyak program reboisasi seperti penanaman 1 miliar pohon zaman pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga sekarang. Kemudian di dalamnya ada upacara, pemasangan tenda besar dan lain sebagainya.

"Namun seluruh simbolisasi itu belum tentu melahirkan pohon, karena seringkali pohon-pohon yang ditanam pada kegiatan proyek pemerintah rata-rata berukuran di bawah 1 meter sekitar 40 sampai 50 sentimeter, sehingga rentan mati. Namanya juga pohon proyek," kata Dedi.

Baca juga: Dedi Mulyadi Tantang Gubernur Anies Anggarkan Rp 1 Triliun Reboisasi Kawasan Bogor dan Sekitarnya

Menurut Dedi, penanaman pohon yang masih usia sangat muda, lalu kegiatannya dilakukan antara April-Mei menjelang musim kemarau, pasti melahirkan kegagalan.

"Reboisasi belum tentu menlahirkan jutaan hektar tanah kosong yang tertanami. Tapi penambangan hutan yang lebat itu mah pasti, sehingga logika reboisasi tidak akan punya makna apapun jika perambahan hutan terus berlangsung," kata Dedi.

"Kita tanam 100.000 pohon, belum tentu jadi. Tapi 1 juta pohon yang sudah ratusan tahun tumbuh sudah jelas mati," katanya.

Dedi mengatakan, jika negeri ini ingin bebas dari bencana banjir dan longsor ke depan, reboisasi harus seiring dengan gerakan penghentian alih fungsi lahan dan perambahan hutan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com