Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Prihatin Ada "Influencer" Banyak Aksi, tetapi Minim Referensi

Kompas.com - 30/01/2021, 16:57 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi merasa prihatin terhadap influencer yang banyak bertingkah, tetapi tanpa disertai ilmu yang memadai. Ia menilai, influencer seperti itu adalah salah satu problem demokrasi.

Salah satu influencer yang ia soroti adalah Abu Janda yang kini sedang menjadi perbincangan publik karena ada cuitannya yang diduga bernada rasial.

Dedi menyebut bahwa fenomena Abu Janda adalah salah satu masalah intelektualitas influencer.

"Abu Janda adalah problem minimnya gagasan kaum influencer. Banyak aksi kurang isi. Banyak aksi kurang referensi," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Sabtu (30/1/2021).

Baca juga: Bertemu Susi, Dedi Mulyadi Diminta Tarik Puing Kapal Asing untuk Dijadikan Museum

Ia mengatakan, Abu Janda selalu muncul dengan pakaian tradisional Jawa. Namun, cara bicara dan tindak tanduknya tidak mewakili budaya Jawa.

"Saya malah bertanya, sebenarnya dia ini mewakili siapa. Kalau mewakili kaum tradisi, tradisi mana yang dia kembangkan. Kalau mewakili kaum nahdliyin dia nyantri di mana dan kitab apa yang dia sukai. Kalau bicara tentang pluralisme, nasionalisme, maka dilarang untuk bersikap rasialisme," kata Dedi.

Dedi mengatakan, negeri ini membutuhkan orang-orang yang memiliki karya nyata dan sikap keteladanan yang memadai. Hanya dengan kedua sifat itulah, kata Dedi, masyarakat bisa membangun Indonesia yang majemuk ini secara baik.

Menurutnya, berbagai tindakan yang membuka ruang perdebatan tanpa dasar hanya akan melahirkan konflik yang tak berkesudahan.

"Saatnya menata negeri ini dengan baik. Demokrasi harus diisi oleh orang-orang cerdas," katanya.

Demokrasi dan jiwa kebangsaan

Dedi mengatakan, demokrasi hanya akan diisi oleh orang-orang cerdas dan obyektf, tanpa membabi buta berbicara kepada sebuah kelompok pemikiran yang berbeda.

"Kalau kaum pluralis membabi buta pada kelompok yang dianggap berbeda, apa bedanya dengan kaum fundamentalis?" kata Dedi.

Menurutnya, kerangka berpikir tentang kebangsaan hanya akan diisi jiwa kebangsaan. Sebaliknya, ketika berbicara tentang kebangsaan atau nasionalisme, kalau jiwanya hanya diisi jiwa kelompok atau isme, Dedi menilai itu tidak ada artinya.

"Artinya bahwa kebangsaan atau nasionalisme hanya menjadi paham berdasarkan isme yang kita yakini. Maka, dalam perjalanannya hanya saling mengalahkan.sehingga isme-isme itu hanya isu atau kemasan. Nasionalisme itu isi dari sistem kebangsaan kita, bukan hanya kemasan," kata Dedi.

Baca juga: KNPI Laporkan Permadi Arya alias Abu Janda atas Dugaan Rasialisme ke Natalius Pigai

Ia menilai, hari ini isme-isme itu berubah menjadi kemasan politik. Karena kemasan politik, sering kali perilaku mereka yang merasa nasionalis tetapi tidak mencerminkan nasionalisme.

"Ternyata tidak bisa obyektif, tetap berpihak. Di luar golongan kita, kita anggap salah. Fenomena Abu Janda itu salah satunya. Dia juga termasuk problem influencer yang minim gagasan, tapi banyak aksi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com