Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sarjana MIPA yang Jadi Pemulung, Mengecewakan Ibu hingga Raih Kalpataru

Kompas.com - 08/01/2021, 09:47 WIB
Reni Susanti,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


BANDUNG, KOMPAS.com – Nama Indra Darmawan (48 tahun) kembali bersinar.

Kali ini, yayasan yang didirikan dan dipimpinnya, Bening Saguling Foundation meraih Kalpataru untuk kategori penyelamat lingkungan.

Anugerah itu diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas jasa Bening Saguling Foundation menyelamatkan lingkungan Citarum, sungai yang disebut World Bank sebagai yang terkotor di dunia pada 2018.

Baca juga: Cerita di Balik Jeruji, Keseharian Abu Bakar Baasyir Sebelum Bebas

“Ini Kalpataru pertama untuk Kabupaten Bandung Barat,” ujar Indra kepada Kompas.com di kediamannya, Kampung Babakan Cianjur, Cihampelas, pada awal Januari 2021.

Indra mengatakan, ada 170 peserta se-Indonesia yang diusulkan ke KLHK.

Dari jumlah itu, tersaring 20 peserta untuk diwawancara dan dicek ke lapangan.

Kemudian, diambil 10 peserta hingga akhirnya diumumkan siapa penerima Kalpataru.

Pria kelahiran Bandung 7 Maret 1972 ini tidak mengetahui pasti indikator penilaian KLHK.

Namun, kegiatan yayasannya mencakup rencana aksi global (SDG’s), pemberdayaan, pendidikan, luas wilayah dan dampak kepada lingkungan dan masyarakat yang tinggi.

Mengolah eceng gondok

Adapun salah satu kegiatannya mengatasi persoalan eceng gondok di Citarum. Saat ini luasan eceng gondok di Citarum mencapai 80 hektar.

Hal itu mengkhawatirkan, karena eceng gondok bisa mengurangi jumlah oksigen dalam air, sedimentasi, mengurangi jumlah air, mengganggu lalu lintas di perairan dan lainnya.

Untuk itu, ia bersama pemulung lainnya mengambil sampah dan eceng gondok, kemudian mengelolanya menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai.

“Tapi untuk eceng gondok tidak semua diambil, karena eceng gondok juga berfungsi menangkap polutan logam berat dalam air,” kata dia.

Eceng gondok ini disulap menjadi produk zero waste atau nol sampah.

Batangnya dibuat kerajinan, sementara akarnya menjadi media tanaman.

Kemudian bagian sisa lainnya dibuat briket hingga pupuk organik cair.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com