Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkenalan dengan Mulyani, Wanita yang Membawa Bundengan sampai ke Australia

Kompas.com - 23/12/2020, 09:05 WIB
Sri Noviyanti,
Agung Dwi E

Tim Redaksi


WONOSOBO, KOMPAS.com – “Pada 2015, saya melihat permainan (Bundengan) Pak Munir dan Pak Bukhori. Indah sekali. Saya tanya kemudian ke beberapa anak muda, adakah yang mengenal dan bisa memainkannya?” ujar Mulyani (53) pada Kompas.com mengawali kisahnya mengenal Bundengan, Minggu (20/12/2020).

Pertanyaan Mulyani tak mendapat jawaban yang melegakan. Menurutnya, seluruh anak muda di Wonosobo kala itu tak lagi bisa memainkan Bundengan—alat musik tradisional asal Wonosobo.

“Pemainnya yang bisa (memainkan) hanya tersisa dua itu. Saya jadi berpikir, bagaimana ya biar bisa melestarikannya,” ujar Bu Mul, begitu panggilan karibnya.

Mulyani memang memiliki ketertarikan pada seni sejak muda. Waktu duduk di bangku sekolah dasar (SD), dia sudah berkenalan dengan dunia tari dan berlanjut hingga sekolah menengah pertama (SMP). 

Saat ini, ia berprofesi sebagai guru seni di SMPN 2 Selomerto. Profesi itu yang membuatnya merasa memiliki tanggung jawab untuk melestarikan alat musik itu pada siswa-siswi yang ia ajar.

“Dibandingkan orang lain, saya yang punya kesempatan lebih untuk mengenalkannya pada generasi muda. Ada siswa-siswi di sekolah,” tuturnya.

Mulyani mempelajari cara memainkan Bundengan pada Pak Munir dan Bukhori. Lalu, ia menjalankan rencana pertama.

Ia taruh Bundengan di lobi sekolah. Tujuannya, agar ada yang bertanya. Sayangnya, berhari-hari alat musik berbentuk unik itu terpajang, tak ada yang bertanya.

Usahanya berlanjut, tiap pagi sesampainya di sekolah, alat musik itu ia mainkan untuk menarik perhatian. Sejak itu, mulai ada hasil. Beberapa siswa-siswi mulai mendatanginya, melihat-lihat, dan bertanya.

Di tahun yang sama, kemudian ia minta izin pada kepala sekolah untuk mengenalkan Bundengan secara serius pada siswa-siswi.

Permintaan itu disetujui dengan menjadikan kegiatan bermusik menggunakan Bundengan menjadi ekstrakurikuler. Saat itu 20-30 anak sudah ikut menjadi anggota.

Tak berhenti sampai situ, Mulyani mau dampak yang lebih besar lagi.

Kemudian, ia sempat melihat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tertulis kalau siswa-siswi diperkenankan untuk mempelajari alat musik sederhana tradisional. Hal itu ia tangkap sebagai peluang.

“Ternyata ada lho di situ, tinggal bagaimana kami (guru) mengimplementasikannya. Saya datang lagi pada Kepala Sekolah. Akhirnya disetujui masuk ke dalam kurikulum,” kisahnya.

Sejak itu, lantunan tembang yang diiringi bunyi-bunyian Bundengan jadi hal yang biasa di sekolah.

“Awalnya mungkin anak-anak terpaksa. Rumit di awal, tapi saya lihat akhirnya mereka menikmati. Apalagi, mereka mulai termotivasi saat ada beberapa stasiun televisi yang datang ke sekolah kami untuk meliput, mereka di-shoot. Wah kesannya keren sekali,” ujar Bu Mul.

Di Wonosobo, SMPN 2 Selomerto memang menjadi satu-satunya sekolah yang memasukkan Bundengan dalam kurikulum. Mereka saat ini punya sekitar 40 Bundengan. Karena dianggap berbeda, beberapa media datang meliput.

“Saya juga ajak anak-anak untuk ikut pentas dan kompetisi. Kami juga bikin event, bikin konser 100 Bundengan. Mereka senang sekali,” sambungnya.

Konser itu sengaja diselenggarakan untuk umum. Pemain Bundengannya 90 persen berasal dari siswa-siswi SMPN 2 Solomerto. Dalam acara itu, mereka juga mengundang anak SD, kemudian mengadakan workshop. Tujuannya, agar Bundengan lebih dikenal lagi.

Soal kompetisi, siswa-siswi sekolah yang diajarkannya juga bukan sekali dua kali membawa pulang piala.

Aktivitas Mulyani dan siswa-siswi sekolah saat bermain Bundengan.Dok. Mulyani. Aktivitas Mulyani dan siswa-siswi sekolah saat bermain Bundengan.

“Makin ke sini, saya melihat anak-anak punya antusias secara alami pada Bundengan. Mereka bahkan membuat motif batik Bundengan,” tambahnya.

Antusias yang juga terlihat adalah gubahan tembang yang dilakukan anak-anak sebagai iringan lagu Bundengan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com