Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nenek Saparia yang Hidup Sebatang Kara, Tanah Dijual Anak, Minum Susu Sachet untuk Menahan Lapar

Kompas.com - 20/10/2020, 10:10 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Nenek Saparia (83) tinggal seorang diri di rumah reyot yang didirikan di tanah milik menantunya di Desa Polewali, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Di rumah tersebut, Saparia memasak dengan tungku yang disimpan di teras rumah. Rumah itu hanya memiliki satu ruangan tanpa pintu yang berisi kursi plastik dan ranjang kayu.

Saparia tinggal di rumah panggung yang berdinding dan beratapkan seng itu sejak tiga tahun lalu.

Kala itu sang suami tercinta meninggal dunia. Sementara anak sulungnya yang bernama Sikking tega menjual tanah yang ditempati Saparia.

Baca juga: Wajah Nenek 75 Tahun Semringah Saat Gubuk Reyot Miliknya Didatangi TNI

Tanah tersebut dijual Sikking seharga Rp 20 juta tanpa sepengetahuan sang ibu.

Dibantu oleh warga, ibu tiga anak tersebut membongkar rumah yang ia miliki dan memindahkannya ke lahan milik menantu Saparia.

"Saat suami meninggal dunia, anak menjual tanah itupun tidak memberitahukan kepada saya. Saat itu saya menangis ketika mendengar dari orang bahwa tanah di tempati tinggal dijual Sikking Rp 20 juta," kata Saparia dengan bola mata memerah, saat ditemui Kompas.com, di rumahnya Senin (19/10/2020).

Baca juga: Kisah Meli Sang Juara LIDA 2020 Asal Cianjur, Hidup Sederhana di Rumah Reyot

Sejak menjual tanah sang ibu, menurut Saparia anak sulungnya itu tidak pernah membesuknya.

"Sikking tidak ada tobat-tobatnya. Setelah menjual tanah tidak pernah ke sini membesuk. Untung saja suami Hamina membiarkan saya numpang di lahannya membangun rumah yang saya tempati saat ini," tutur Saparia.

Beli susu sachet untuk menahan lapar

Ilustrasi susu kental manis dalam kaleng. SHUTTERSTOCK/NZOZO Ilustrasi susu kental manis dalam kaleng.
Untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, Saparia bekerja sebagai pemulung. Ia akan berjalan kaki meninggalkan rumah sekitar pukul 05.00 Wita dan pulang siang hari.

Selain mencari botol bekas, ia juga mencari kayu bakar untuk memasak.

Botol-botol bekas tersebut dikumpulkan selama dua bulan. Jika sudah mencapai tujuh karung, ia akan menjulanya ke pengepul.

"Jika dijual dengan harga Rp 100.000 per botol. Itupun dijual kalau sampai tujuh karung biasanya dapat Rp 50.000" ungkapnya.

Ia mengaku saat ini kaki kanannya sering sakit sehingga tak lagi bisa berkeliling jauh untuk mengumpulkan botol bekas.

Baca juga: Cerita Maria, Jadi Pemulung untuk Menafkahi Suami yang Strok, Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Listrik

Saparia bercerita jika ia bisanya mendapatkan bantuan beras dari salah satu anggota DPRD Bulukumba.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com