Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah Miliknya Dijual Anak Kandung, Nenek Saparia Menumpang dan Bertahan Hidup Jadi Pemulung

Kompas.com - 19/10/2020, 14:52 WIB
Kontributor Bulukumba, Nurwahidah,
Khairina

Tim Redaksi

BULUKUMBA, KOMPAS.com - Sejak suaminya meninggal dunia tiga tahun silam, Saparia (84) hidup sebatang kara di rumah reyot di Desa Polewali, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan,

Pantauan Kompas.com, rumah panggung tanpa cat itu berdinding dan beratapkan seng. Jika memasak Saparia menggunakan tungku yang disimpan di teras rumah.

Ketika memasuki ruang tamu terdapat beberapa kursi plastik, hanya ada satu ranjang kayu tanpa pintu.

Saparia dikarunia tiga orang anak. Mereka adalah Sikking, Suardi, dan Hamina. Ketiganya sudah menikah.

Baca juga: Mabuk, Ayah Kandung Cekik Bayi 5 Bulan, Tubuh Korban Kaku Saat Diselamatkan Nenek

Namun, ketika suami yang dicintainya itu meninggal dunia, kini hidupnya tambah sangsara, pasalnya Sikking tega menjual tanah, yang ditempati tinggal Saparia.

"Saat suami meninggal dunia, anak menjual tanah itupun tidak memberitahukan kepada saya.
Saat itu saya menangis ketika mendengar dari orang bahwa tanah di tempati tinggal dijual Sikking Rp 20 juta," kata Saparia dengan bola mata memerah, saat ditemui Kompas.com, di rumahnya Senin (19/10/2020).

Sejak tanah itu dijual, akhirnya Saparia minta pertolongan warga untuk memindahkan rumahnya agar dibangun di lahan menantu.

"Sikking tidak ada tobat-tobatnya. Setelah menjual tanah tidak pernah ke sini membesuk. Untung saja suami Hamina membiarkan saya numpang di lahannya membangun rumah yang saya tempati saat ini," tutur Saparia.

Saparia tidak menyangka anaknya melakukan itu. Di usianya yang sudah tidak bisa bekerja, Saparia malah memaksakan diri kembali banting tulang demi bertahan hidup.

Saparia setiap hari mengais rezeki dengan cara menjadi pemulung, keliling di Kota Bulukumba mengumpulkan botol bekas.

Padahal, dari bekerja mengumpulkan botol tidak langsung dijual. Botol itu dikumpulkan selama dua bulan hingga mencapai tujuh karung.

Dirinya meninggalkan rumah dengan jalan kaki mencari botol, sekitar pukul 05.00 Wita sampai 12.00 Wita. Saat mencari botol bekas, ia juga mencari kayu bakar.

"Jika dijual dengan harga Rp 100 rupiah per botol. Itupun dijual kalau sampai tujuh karung biasanya dapat Rp 50 ribu " ungkapnya.

Baca juga: Nenek yang Mudik dari Jakarta Naik Bus Umum Meninggal Kena Corona

Saparia mengaku kekuatan mencari botol bekas mulai berkurang. Sebab kaki kanannya sering sakit sehingga tidak bisa keliling lagi.

Saparia mengungkapkan, ia biasanya mendapat bantuan beras dari salah seorang anggota DPRD Bulukumba.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com