Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik "Anjay", Peneliti Bahasa Sebut Tak Perlu Ada Pelarangan Kata

Kompas.com - 02/09/2020, 22:38 WIB
Riska Farasonalia,
Khairina

Tim Redaksi

 

SEMARANG, KOMPAS.com - Peneliti bahasa menyoroti seruan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) yang mengimbau kepada masyarakat untuk menghentikan penggunaan kata "anjay.

Dalam pers rilisnya, Komnas PA menyebutkan bahwa penggunaan kata anjay berpotensi merendahkan martabat orang lain, bisa menjadi kekerasan verbal, bahkan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana.

Peneliti bahasa dan pengajar Sosiolinguistik Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang (Unnes) Rahmat Petuguran menilai imbauan penghentian penggunaan kata tersebut tidak diperlukan.

Baca juga: Pimpinan DPR: Polemik Larangan Penggunaan Kata Anjay Tak Bermanfaat

Dia berpendapat penggunaan kata "anjay" merupakan bentuk slang yang berkembang di internet dari kata "anjing".

Menurutnya, penyimpangan ke dalam bentuk "anjay" merupakan bentuk pengkodean kembali dari kata “anjing” yang dinilai terlalu kasar.

"Pengkodean kembali menunjukkan bahwa penutur telah berusaha mengurangi tingkat kekasaran kata aslinya yaitu kata anjing," kata Rahmat di Semarang, Selasa (1/9/2020).

Selanjutnya, dia menilai penggunaan kata "anjay" telah mengalami perkembangan makna karena digunakan dalam konteks pemakaian yang beragam.

Meskipun pada mulanya kata "anjay" bermakna kasar karena digunakan sebagai bentuk makian, namun kata "anjay" juga berkembang menjadi ekspresi kekaguman dan apresiasi.

Menurutnya, pola demikian juga dapat ditemukan pada jenis kata makian lain di beberapa daerah di Indonesia.

"Misalnya di Jawa Timur penggunaan kata ‘jancuk’ yang awalnya bentuk makian kini juga sering digunakan sebagai penanda keakraban," ucapnya.

Selain itu, di Semarang, Jawa Tengah kata ‘kakeane’ juga merupakan kata makian yang kini berkembang sehingga sering digunakan sebagai penanda keakraban.

"Maka dari itu, fungsi kata “anjay” kapan menjadi makian, kapan menjadi ekspresi kekaguman, dan kapan menjadi penanda keakraban baru bisa dilihat ketika kata tersebut digunakan dalam konteks tertentu," ujarnya.

Dia menjelaskan dalam teori berbahasa, konteks berkaitan dengan siapa berbicara kepada siapa (participant), untuk tujuan apa (ends), dengan sarana apa (instrument), di mana dana dalam suasana seperti apa (setting), dan dalam ragam seperti apa (genre).

"Ketika unsur-unsur itu sudah ada baru bisa dinilai apakah kata “anjay” merupakan hinaan, makian, apresiasi, atau keakraban," kata Rahmat.

Menurutnya, berbagai kemungkinan itu bisa terjadi karena bahasa memiliki dua fungsi sekaligus yaitu sebagai perekat sosial (social glue) dan pelumas sosial (social lubricant).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com