Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Bocah 9 Tahun Jadi Tulang Punggung untuk 2 Adiknya, Kerja Petik Kopi dan Tinggal di Kebun Tanpa Listrik

Kompas.com - 27/08/2020, 05:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kris bocah 9 tahun asal Kabupaten Ngada, NTT terpaksa menjadi tulang punggung untuk dua adiknya, Yoan (7) dan Erto (4).

Sang ayah tak ada kabar setelah pergi merantau. Sementara sang ibu mengalami gangguan jiwa sejak sang ayah pergi meninggalkan mereka pada tahun 2017 silam.

Sang ibu juga pergi meninggalkan rumah sambil membawa si bungsu.

Baca juga: Perjuangan 3 Anak Hidup di Kebun karena Ditinggal Orangtua hingga Putus Sekolah

Kris sebenarnya adalah anak kedua dari lima bersaudara. Mereka sempat tinggal bersama dengan neneknya di Kampung Woewali Desa Were 1, Kecamatam Golewa.

Namun setelah sang ibu ganguan jiwa, mereka memilih tinggal di kebun milik ayahnya. Sementara sang kakak pertama yang berusia 12 tahun mencari nafkah di Kota Bajawa.

Otomatis sebagai anak paling tua di rumah, ia harus menghidupi dua adiknya.

"Sejak bapak dan mama mereka meninggalkan mereka, si Kris yang umur 9 tahun jadi tulang punggung mereka," ungkap Jeremias F Bhobo, pemerhati sosial Ngada, kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Selasa (25/8/2020).

Baca juga: Infrastruktur Buruk, Anak Perbatasan Rentan Putus Sekolah dan Jadi Buruh di Malaysia

Foto : Kris (9), Yoan (7), dan Erto (4), tiga bersaudara di Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT hidup di pondok kecil di kebun tanpa orangtua. Dokumen pemerhati sosial Foto : Kris (9), Yoan (7), dan Erto (4), tiga bersaudara di Bajawa, Kabupaten Ngada, NTT hidup di pondok kecil di kebun tanpa orangtua. 
Untuk mendapatkan uang, Jerias bercerita, Kris bekerja memetik kopi di kebun warga. Upah dari memetik kopi itu lah yang ia gunakan untuk membeli beras.

Mereka bertiga tinggal di pondok kecil di sebuah kebun tanpa ada orang dewasa sejak tiga tahun terakhir.

Pondok mungil tersebut tak ada listrik. Saat malam hari mereka mengandalkan lampu pelita untuk penerangan.

Setelah orangtuanya pergi, Kris dan Oktaf otomatis putus sekolah karena tidak ada yang membiayai.

"Saat saya tanya, apakah ada kemauan mau lanjut sekolah, mereka bilang pasti mau asalkan ada yang membiayai," ungkap Jeremias.

Baca juga: Gadis 14 Tahun Putus Sekolah dan Jadi Buruh Ikat Rumput Laut demi Hidupi Keluarganya, Eks TKI Malaysia

Ia menambahkan, saat ini, ketiga bersaudara itu membutuhkan bantuan agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak seperti anak pada umumnya.

Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, Kabag Humas Ngada, Marthinus P Langa mengatakan, akan menginformasikan keberadaan tiga bersaudara yang hidup di pondok tanpa orangtua dan putus sekolah itu kepada Camat Golewa.

Ia akan meminta agar Camat bisa telusuri keberadaan 3 bersaudara tersebut.

"Saya informasikan ini ke Camat Golewa untuk telusuri mereka agar bisa informasikan ke Bupati dan Dinas Sosial. Terima kasih sudah beri informasi ini ke pemerintah," kata Marthinus kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Selasa malam.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nansianus Taris | Editor: Robertus Belarminus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com