Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/08/2020, 08:58 WIB
Fitri Rachmawati,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.COM - I Ketut Mahajaya, mertua I Gusti Ayu Arianti (23), masih mempertanyakan penjelasan rumah sakit terkait penyebab meninggalnya cucunya beberapa hari lalu.

Mahajaya, kecewa atas apa yang menimpa cucunya yang diberi nama I Made Arsya Prasetya Jaya itu.

"Saya masih kecewa atas apa yang dilakukan tenaga medis atas menantu dan cucu saya, meskipun anak dan menantu saya tidak ingin memperpanjang kasus ini," kata Mahajaya kepada Kompas.com, Minggu (23/8/2020).

Mahajaya tak terima cucunya dilaporkan meninggal di dalam kandungan sejak tujuh hari sebelum dilahirkan.

"Buktinya semua tidak ada yang mencium bau busuk. Bagaimana dengan mayat yang dikatakan seminggu sudah meninggal," katanya.

Mahajaya juga menunjukkan foto doppler, alat yang digunakan untuk mengecek aliran darah bayi dalam kandungan, sebelum Arian menjalani operasi sesar. 

Alat itu difoto istrinya yang menemani Arianti di rumah sakit. Mahajaya lalu mencari informasi tentang data yagn diperlihatkan alat itu kepada sejumlah rekannya yang memahami ilmu kesehatan.

Baca juga: Ketuban Saya Sudah Pecah, Darah Sudah Banyak Keluar, tapi Kata Petugas Harus Rapid Test Dulu

"Saya dapat penjelasan, bahwa garis hijau itu masih ada tanda detak jantung bekerja karena tidak lurus, masih ada gelombangnya, kalau warna biru adalah jumlah oksigen dalam darah. Melalui penjelasan itu kan menunjukkan cucu saya masih hidup, kok dikatakan sudah meninggal sejak tujuh hari dalam kandungan," kata Mahajaya.

Sementara itu, Arianti mengaku tak percaya dengan penjelasan dokter yang mengatakan bayinya telah meninggal dalam kandungan sejak tujuh hari sebelum operasi.

Saat memasuki ruangan operasi, Arianti masih merasakan bayinya bergerak. bahkan, ibu mertua dan suaminya sempat memegang perutnya untuk merasakan gerakan sang bayi.

"Awalnya waktu diperiksa sebelum masuk ruang operasi, detak jantungnya sangat lemah kata dokter, 60 per menit, belakangan membaik 100 per menit, suami saya bilang, sudah bagus detak jantungnya, semoga dia (bayi) baik baik saja. Nah yang buat saya bingung kenapa setelah operasi dokter bilang bayi saya telah meninggal tujuh hari yang lalu," kata Arianti.

Keluarga makin ragu dengan penjelasan rumah sakit karena bayi itu sama sekali tak berbau saat dimandikan sebelum pemakaman.

Keluarga juga sempat mendapati kondisi kulit bayi seperti melepuh dan terkelupas di bagian kanan.

Bayi laki-laki itu dimakamkan pada Rabu (19/8/2020) malam. Arianti tak kuasa menahan tangis. Ia menyaksikan jenazah bayi mungilnya dimakamkan sambil menahan sakit usai operasi.

Penjelasan rumah sakit

Juru bicara RS Permata Hati dr Arief Rahman menjelaskan kondisi bayi mungil Arianti sebelum memasuki ruang operasi.

Pihak rumah sakit, kata Arief, telah memberikan penjelasan rinci dan mengirimkan rekam medis kondisi pasien dan bayinya kepada pihak keluarga.

"Tapi yang bisa saya pastikan bahwa kondisi janin pada saat di ruang operasi memang sudah tidak bernyawa sebelum dilakukan tindakan operasi, itu yang bisa saya jelaskan, masalah penjelasan sudah meninggal berapa lama, apakah satu jam, enam jam atau tujuh hari itu bukan ranah saya menjawab, karena saya hanya dokter umum," kata Arief.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com