TAKALAR, KOMPAS.com - Ratusan warga menggeruduk kantor Pengadilan Negeri (PN) Takalar, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan guna mempertanyakan perihal pembebasan lahan Bendungan Pammukulu yang dalam tahap pembangunan.
Warga terlibat kericuhan hingga kantor PN dihujani batu.
Ratusan warga Desa Kalekomara, Kecamatan Polongbangkeng Utara mendatangi kantor PN Takalar sejak Selasa (18/8/2020) pukul 10.00 Wita.
Mereka berorasi dan meminta agar Ketua PN Takalar bertanggungjawab terkait gugatan lahan seluas 18 hektar milik warga yang dilakukan oleh salah seorang mantan pejabat setempat.
"Kami meminta pertanggungjawaban Ketua Pengadilan Negeri Takalar atas diterimanya gugatan tersebut padahal kita sama-sama ketahui berdasarkan pengecekan fakta di lapangan di mana penggugat tak mampu memperlihatkan lahan yang ia gugat," kata Koordinator Lapangan, Muallim Bahar dalam orasinya.
Baca juga: Demo Warga Korban Banjir Bandang di DPRD Luwu Utara Berakhir Ricuh
Lantaran tak menemukan jawaban dari pihak PN, ratusan massa kemudian melanjutkan unjuk rasa di depan Polres Takalar menuntut janji Kapolres untuk membekuk oknum pejabat yang menggugat lahan milik warga.
"Kapolres pernah berjanji akan menangkap oknum mantan pejabat yang mencoba merampas tanah kami. Maka hari ini kami datang menagih janji Kapolres," kata Ahmad, salah seorang pengunjukrasa.
Usai berorasi, massa pengunjukrasa kemudian bergerak ke kantor Badan Pertanahan Negara (BPN).
Kepala BPN Takalar yang mencoba keluar menemui warga dengan pengawalan ketat aparat kepolisian malah menjadi sasaran kemarahan warga.
Akibatnya, warga terlibat bentrok fisik dengan petugas pengamanan. Sejumlah fasilitas di kantor BPN Takalar bahkan rusak akibat peristiwa ini.
Warga menilai, pihak BPN-lah yang menjadi sumber kisruhan pembayaran lahan milik warga.
Informasi yang dihimpun Kompas.com, awalnya pembayaran ganti rugi lahan Bendungan Pammukulu, Kecamatan Polongbangkeng Utara telah disetujui berdasarkan putusan PN Negeri senilai Rp 50.000 per meter.
Namun, belakangan pihak BPN Takalar melakukan gugatan dengan memenangkannya dimana pembayaran ganti rugi berubah menjadi Rp 3.500 per meter.
"Dulu telah sepakat berdasarkan putusan pengadilan dengan ganti rugi senilai lima puluh ribu rupiah per meter tapi itu mentah karena BPN menang gugatan dan pembayaran turun menjadi tiga ribu lima ratus rupiah permeter" kata Muallim Bahar.
Sementara pihak BPN mengaku bahwa tahap pertama pembayaran ganti rugi lahan telah berjalan namun pihaknya harus menangguhkan pembayaran 7 bidang lahan akibat adanya sengketa.