Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buah Keikhlasan Pak Pren 13 Tahun Jadi Marbot, Tiba-tiba Diberi Gerobak Jualan oleh Dermawan

Kompas.com - 02/08/2020, 08:39 WIB
Riska Farasonalia,
Khairina

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Di sebuah bangunan sempit, tepat di belakang salah satu masjid di daerah Jolotundo Kota Semarang, hidup seorang bapak bersama istri dan kedua anaknya.

Syakuri (47) nama bapak itu.

Sorot matanya nampak sayu, meskipun senyum ramahnya mengembang saat ditemui di tempat tinggalnya.

Memasuki rumahnya, harus menyusuri lorong lembap yang menghubungkan sisi bangunan masjid dengan deretan pertokoan.

Sudah 13 tahun Syakuri tinggal di bangunan berukuran 7 x 4 meter itu sejak dirinya bekerja sebagai marbot.

Baca juga: Cerita Keluarga Marbot di Bogor, Didatangi Jokowi Malam Hari, Tiba-tiba Diberi Uang dan Sembako...

Syakuri yang karib disapa Pak Pren ini bercerita, dahulu sebelum bekerja sebagai marbot, dirinya pernah menjadi seorang buruh bangunan.

Lantaran penghasilan sebagai buruh bangunan tak cukup memenuhi kebutuhan, lantas dia mencoba berjualan tempe dan sayuran di pasar.

"Dulu pernah kerja serabutan kerja di proyek. Pernah jualan tempe dan sayuran di Pasar Kobong. Setelah beberapa tahun melewati lika-liku kehidupan selalu kurang. Lalu saya memilih fokus menjaga masjid saja. Yang penting ada tambahan meskipun belum cukup," jelasnya, Minggu (2/8/2020).

Di tengah kesulitan ekonomi yang dialaminya, dia tak menduga kalau dirinya bakal diberikan kesempatan menjadi marbot oleh masyarakat sekitar.

Menurutnya, menjadi marbot adalah satu-satunya pilihan yang harus ia jalani dengan niat ibadah sebagai tumpuan untuk menyambung hidup keluarga dan membiayai sekolah kedua anaknya.

"Awalnya karena sering ikut kegiatan masjid beberapa kali. Lalu Marbot yang lama keluar dan warga meminta saya untuk menggantikan," ungkap pria yang yatim piatu sejak kecil ini.

Meski upah yang diberikan sejatinya belum mencukupi kebutuhan hidup namun ia senantiasa bersyukur dan menjadikannya sebagai cambuk untuk tetap semangat bekerja.

"Penghasilan marbot dulu waktu masih awal Rp 150.000, naik jadi Rp 200.000, Rp 350.000 dan sekarang Rp 500.000 per bulan. Ya Alhamdulillah disyukuri," kata pria asal Pekalongan ini.

Kendati demikian, dia mengaku saat pandemi Covid-19 merebak dirinya tak bisa lagi mendapatkan penghasilan tambahan dari pekerjaan lain yang biasanya ditawarkan kepadanya.

Sementara, sang istri juga tak bisa berjualan gorengan lagi di kantin sekolah karena tak ada siswa datang ke sekolah karena diganti dengan pembelajaran daring.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com