Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Olahan Cokelat Nglanggeran Gunungkidul, Mulai Bangkit di Tengah Pandemi

Kompas.com - 10/07/2020, 14:33 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Berkunjung ke wilayah Kapanewon Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta, hampir di setiap rumah ditumbuhi pohon kakao.

Beberapa tahun lalu, masyarakat sekitar dengan pendampingan dari berbagai pihak mulai mengolah sendiri kakao hasil panen. 

Saat ini, ada dua rumah produksi coklat yang dikelola masyarakat Kalurahan Nglanggeran tepatnya di sekitar destinasi wisata Gunung Api Purba.

Baca juga: Sarang Lebah di Gunung Api Purba Nglanggeran Berhasil Dipindahkan, Ini Kisahnya

 

Tahun 2015 lalu, dari hasil bantuan pengolahan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), LIPI, dan Pemkab Gunungkidul, Taman Teknologi Pertanian (TTP) dibangun di dalamnya terdapat pengolahan cokelat

"Di TTP Nglanggeran kami memproduksi olahan coklat mulai dari minuman coklat, dodol, hingga susu kambing etawa. Semuanya dari warga sekitar," kata salah satu pengurus TTP Nglanggeran, Tutik Handayani saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Kamis (2020). 

Dijelaskan, sebelum pandemi, setiap bulan TTP Nglanggeran memproduksi kurang lebih 170 an kilo bubuk cokelat yang diperoleh dari warga sekitar Kapanewon Patuk dan paling banyak dari Kalurahan Nglanggeran.

Namun, sejak pandemi muncul, produksi yang berjalan kurang lebih 4 tahun berhenti total selama 3 bulan.

Pihaknya baru membuka pada Rabu (1/7/2020). Namun, pihak TTP hanya membeli biji cokelat kualitas terbaik dari petani.  

Penghentian produksi ini, karena di TTP mengandalkan pembeli dari pengunjung Embung Nglanggeran yang berada di satu kawasan.

Selama tiga bulan kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran tutup total dari aktivitas wisata.

Tutik mengakui hal itulah yang menyebabkan pemasarannya terganggu. Pihaknya memulai lagi produksi sejak Rabu (1/7/2020) lalu. Namun demikian permintaan masih belum normal.

"Parkiran (embung Nglanggeran) sudah ramai Sabtu- Minggu, tetapi kalau di TTP masih sepi Mas," ucap dia. 

Diakuinya, untuk penjualan secara online terkendala harga yang relatif tinggi dibandingkan cokelat yang diproduksi pabrik besar.

TTP menjual hasil olahan mulai Rp 13.000 hingga Rp 75.000 per produk. Ke depan, dirinya berharap ada sinergitas antara pengelola.

"Kita sudah online juga, tetapi karena produksinya lebih panjang banyak yang beranggapan lebih baik membeli cokelat pabrik daripada beli di TTP, biasanya membandingkan dari segi harga. Tetapi kita tetep optimistis," ucap Tutik. 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com