KEDIRI, KOMPAS.com- Beberapa waktu lalu, harga telur di pasaran jatuh hingga dianggap mulai merugikan peternak.
Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera (Koperasi Putera) Blitar Sukarman menyebut, jatuhnya harga telur itu terjadi karena dua faktor.
Pertama karena masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan terbatasnya distribusi telur ke berbagai daerah penyerap, lalu yang kedua karena peredaran telur bibit dan telur infertil.
"Jadi sudah jatuh ketimpa tangga pula," ujar Sukarman mengibaratkan situasi yang menimpa para peternak waktu itu, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (12/6/2020).
Baca juga: Sedang Ramai Telur Infertil, Puluhan Ribu Butir Telur Ditolak Masuk Bangka
Turunnya harga telur karena masa pandemi wabah ini adalah sesuatu hal yang bisa dimaklumi. Sebab memang karena keadaan.
Namun, untuk jatuhnya harga karena peredaran telur infertil, Sukarman dan para peternak lainnya tidak mendiamkannya.
Mereka melawan sekuat tenaga karena telur infertil mengganggu stabilitas harga juga selayaknya tidak boleh diperdagangkan untuk keperluan konsumsi.
Sukarman mengungkapkan, peredaran telur infertil juga telur bibit untuk konsumsi di pasar itu mulai terjadi pada bulan Maret-April yang lalu. Itu menyusul turunnya harga daging ayam.
"Saat itu harga ayam potong jatuh jauh dari harga HPP sekitar Rp 8.000," ungkapnya.
Baca juga: Cara Mudah Membedakan Ciri Telur Infertil yang Bahaya Dikonsumsi
Dia menduga, akibat penurunan itu perusahaan pembibitan ayam DOC (day old chick) mengurangi kapasitas produksinya.
Dugaannya itu diperkuat dengan adanya informasi yang diperolehnya, ada penurunan tajam produksi DOC di Jawa Timur.
Pada Maret ada 27 juta ekor DOC yang tersalurkan keluar Jawa Timur, tapi tinggal 6 juta ekor pada April.
Dari situ Sukarman menduga banyak telur yang tidak jadi ditetaskan lalu dijual ke pasar konsumsi.