Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjegal Solo Kota Layak Anak

Kompas.com - 03/06/2020, 00:19 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Khairina

Tim Redaksi

 

SOLO, KOMPAS.com-Rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng) berlangsung panas.

Perdebatan sengit muncul dalam pembahasan Raperda KTR yang salah satunya membahas aturan iklan rokok.

Politikus PDIP, Budi Prasetya, tak setuju pengaturan iklan rokok masuk dalam Perda KTR.

Alasannya, Solo sudah memiliki Perda No. 5 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame.

Dia juga menolak larangan iklan rokok diberlakukan di 100 persen wilayah Solo.

Baca juga: Satu Pegawai Pabrik Rokok di Madiun Positif Corona, Diduga Tertular Klaster Sampoerna

Saat rapat pembahasan Raperda tentang KTR di ruang rapat Gedung DPRD Solo pada Jumat (5/7/2019), Budi yang paling getol tak sepakat dengan usulan penetapan jalan sebagai KTR.

Dia pesimistis kebijakan tersebut bisa diterapkan, terutama dari aspek penegakan Perda. Budi ragu petugas satpol PP sanggup mengawasi setiap jalan di Kota Solo untuk memastikan tak ada pelanggaran, terutama larangan orang merokok di jalan. Dia pun beranggapan merokok sudah menjadi budaya wong Solo yang sulit diubah.

“Sulit mengubah budaya merokok secara frontal,” tanggap Budi.

Pernyataan Budi muncul dalam rekaman suara rapat pembahasan Raperda KTR yang diperoleh Kompas.com dari Sekretariat DPRD (Sekwan) Solo.

Kasubag Peraturan Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Solo, Yeni Apriliawati, mulanya mengusulkan agar jalan dapat dimasukkan sebagai KTR pada poin tempat lain di Perda KTR.

Bagian Hukum perlu mengusulkan itu karena jalan sering kali dimanfaatkan sebagai tempat mempromosikan rokok secara langsung melalui iklan maupun secara tidak langsung lewat kebiasaan merokok masyarakat.

Mereka menilai merokok di trotoar maupun badan jalan gampang ditiru anak-anak. Tetapi, niat melindungi kesehatan masyarakat tak mendapat dukungan dari Budi yang kini menjabat Ketua DPRD Solo.

Anggota Pansus Raperda KTR dari Fraksi PDIP, Ginda Ferachtriawan juga menolak jalan dimasukkan sebagai KTR. Dia bahkan mendorong rapat Pansus tidak membahas penetapan jalan sebagai KTR dengan dalih Pemerintah Kota (Pemkot) Solo sejak awal tak mengusulkan hal tersebut.

Raperda tentang KTR datang dari usulan Pemkot, bukan inisiatif DPRD. Dalam draf Raperda, jalan tak termasuk dalam lokasi yang diusulkan Pemkot untuk dijadikan KTR.

Ginda berdalih diskusi soal jalan sebagai KTR hanya akan memperpanjang proses pembahasan Raperda tentang KTR. Padahal raperda tersebut ditargetkan disahkan pada tahun itu juga.

"Saya tetap enggak sepakat jalan termasuk KTR, sudah terlalu luas," kata Ginda.

Politikus PKS yang saat itu menjabat Wakil Ketua Pansus Raperda KTR, Sugeng Riyanto, tidak sepakat dengan pernyataan Ginda. Dia mengusulkan menetapkan jalan di sekitar sekolah, rumah sakit, dan rumah ibadah harus bebas dari segala aktivitas yang berhubungan dengan rokok.

Sugeng setuju dengan usulan Bagian Hukum karena penetapan jalan sebagai KTR bisa mempersempit ruang gerak para pengguna rokok, penjual rokok, pengiklan rokok, termasuk produsen rokok di Kota Solo demi kesehatan publik.

"Setuju untuk konteks pengendalian rokok," ungkap dia.

Pemkot harus bisa memastikan tak ada lagi masyarakat yang sembarangan merokok di jalan.Selain itu juga harus mengawasi tak ada lagi PKL yang menjual rokok di jalan. Termasuk mencopot semua iklan rokok baik berupa reklame, baliho, spanduk, atau poster yang sudah terpasang di tepi jalan.

“Tentukan lokasi untuk perokok dan pedagang agar tak sembarangan,” kata dia.

Dia menyebutkan Solo perlu tegas mengatur kebijakan larangan iklan rokok di semua kawasan sebagai langkah konkret untuk menekan angka perokok pemula. Kebijakan itu juga penting untuk mendorong Solo menjadi Kota Layak Anak (KLA) paripurna.

Namun, usulan Bagian Hukum yang disampaikan dalam rapat pembahasan Raperda KTR itu mental. Mayoritas anggota Pansus tak menyetujui jalan dijadikan sebagai KTR dengan beragam alasan. Imbasnya, orang-orang di Solo ke depan bebas merokok, berjualan, termasuk memasang iklan dan promosi rokok di berbagai sudut jalan, meski rentan bagi anak-anak.

Menolak Solo bebas iklan rokok

Ketua DPRD Solo, Budi Prasetya mendukung pengaturan iklan rokok tidak masuk dalam Perda tentang KTR yang telah dsahkan pada Agustus 2019. Dia beralasan, iklan rokok lebih layak diatur dalam revisi Perda Reklame.

“Aturan iklan rokok tak perlu karena Solo sudah punya Perda yang atur reklame,” kata Budi, Rabu (25/3/2020).

Dia menampik penundaan atau pengalihan pengaturan iklan, promosi, dan sponsor rokok dari Raperda KTR ke revisi Perda Reklame dilakukan Pansus dengan maksud melemahkan kebijakan larangan iklan rokok di Solo.

Semua anggota Pansus sepakat pengaturan iklan rokok lebih tepat masuk dalam revisi Perda Reklame.

Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, WHO Ingatkan Rokok Memperparah Risiko Infeksi Covid-19
Pro-kontra pengaturan iklan, promosi, dan sponsor rokok juga menyangkut penerapan larangan merokok hingga di 100 persen wilayah Solo.

Budi termasuk anggota Pansus yang tak setuju larangan iklan rokok diberlakukan di seluruh wilayah Solo. Dia membela pedagang maupun produsen rokok.

Budi pun bergeming ketika disinggung soal kemungkinan pengaturan iklan rokok berlaku 100 persen di wilayah Solo masuk dalam revisi Perda Reklame.

Iklan rokok menyumbang potensi PAD dan pemasukan cukai rokok melalui ruang iklan, promosi, dan sponsor bagi industri rokok.

"Cukai menyokong pendapatan daerah. Iklan rokok tidak bisa dihilangkan," ujar Budi.

Senada dengan Budi, Ginda Ferachtriawan juga tak sepakat Solo 100 persen bebas iklan rokok.

Dia sebenarnya tahu maraknya iklan rokok menjadi pengganjal Kota Solo bisa meraih predikat KLA kategori paripurna.

Ada banyak iklan rokok bertebaran di jalanan Kota Bengawan dengan beragam konsep, bentuk, dan ukuran.

Tetapi, Ginda hanya setuju pengaturan larangan iklan rokok diberlakukan di beberapa kawasan saja.

"Saya tak sepakat melarang total. Batasi saja," ujar dia saat diwawancara, Jumat (20/3/2020).

Ginda tak menjawab siapa saja yang tidak setuju dengan gagasan pengaturan iklan rokok dituangkan sekaligus ke dalam Perda tentang KTR. Dia menyatakan hal itu sudah menjadi keputusan bersama antar-anggota pansus.

“Suara mayoritas belum sama frekuensinya dengan pendapat iklan rokok masuk Perda KTR,” terang Ginda.

Dia belum memastikan kapan agenda penyusunan dan pembahasan revisi Perda tentang Reklame bakal dimulai karena muncul pandemi Covid-19.

Ketika ditanya materi apa yang akan dibahas dalam revisi Perda Reklame, Ginda menyebut DPRD salah satunya bisa menentukan lokasi mana saja di Solo yang dapat ditetapkan bebas iklan rokok.

Namun, dia secara terang-terangan mengaku tak akan mendukung apabila muncul wacana penetapan Solo bebas iklan rokok dalam revisi Perda Reklame itu.

“Lokasi iklan rokok dibatasi. Buat lokasi yang boleh dan tidak dipakai iklan rokok, termasuk sponsorship," ungkap dia.

Mayoritas anggota Pansus pro rokok


Saat diwawancara, Sugeng menceritakan, usulan jalan untuk dijadikan sebagai KTR termasuk salah satu topik panas yang dibahas dalam rapat pembahasan Raperda KTR. Hal itu dikarenakan, penetapan jalan sebagai KTR dianggap bisa memengaruhi banyak aspek, termasuk larangan iklan rokok di tepi jalan.

Pria yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Solo itu mendorong larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di semua kawasan diatur sekalian di dalam Perda KTR. Dia ingin jumlah perokok aktif turun dan mencegah perokok pemula akibat pengaruh iklan rokok.

"Larang iklan, promosi, dan sponsorsip rokok demi Solo kota layak anak," tutur Sugeng, Senin (20/4/2020).

Menurutnya, sebagian besar dari 11 orang anggota Pansus Raperda KTR pro rokok. Hal itu membuat Perda KTR tak garang. Misalnya soal pembahasan larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di luar KTR.

Dia mengungkapkan mayoritas anggota pansus sepakat ketentuan tersebut lebih baik tak dimasukkan ke dalam Perda KTR dengan beragam pertimbangan. Sugeng kalah suara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com