Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kakek Mail Tinggal di Becak Dua Bulan karena Pandemi Covid-19

Kompas.com - 28/04/2020, 15:11 WIB
Agie Permadi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sudah dua bulan, Mail (82) tinggal di becaknya yang ia parkir di pinggir jalan Cisanggarung, Kota Bandung.

Mail tak bisa pulang ke kampung halamannya lantaran pandemi Covid-19, ia pun mengikuti anjuran pemerintah untuk tak mudik dan memilih tinggal di becaknya dengan kondisi seadanya. 

"Ya kan sama pemerintah gak boleh," kata Mail di Jalan Cisanggarung, Kota Bandung, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Sepi Penumpang, Tukang Becak Yogya Kini Berburu Belalang untuk Bertahan Hidup

Mail kemudian mengeluarkan sesuatu di tas yang ia simpan terikat di pinggir becaknya.

Sebuah kertas yang ia bungkus dengan plastik bening ia keluarkan. Kertas itu adalah identitas Mail pengganti kartu tanda penduduk (KTP) miliknya yang hilang.

Ia kemudian menunjukan alamat rumahnya tempat keluarga anaknya yang paling bungsu tinggal bersamanya.

"Rumah mah di Padalarang, di Kampung Desa Cikande, Kelurahan Bojong Heulang, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat," kata Mail sambil menunjukan kertas itu.

Di becak itu, Mail duduk sambil menyilangkan kakinya, sepatu pentopelnya mulai usang, tampak kerutan di kiri kananya seperti kulitnya yang sudah menua. Wajah keriput itu tampak tenang meski telah berbulan-bulan tinggal di becaknya.

Mail bercerita, sejak pandemi Covid-19 ini, penghasilannya dari menarik becak kembang kempis. Ia bahkan tak mendapat sepeser pun saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di Bandung Raya, banyak dari warga tinggal di rumah.

Namun di sisi lain, Mail terkena dampaknya, selain perekonomiannya yang tersendat, ia pun tak bisa pulang ke rumahnya.

Seperti sudah jatuh tertimpa tangga, begitu yang ia rasakan saat ini.

Sebelumnya penghasilan Mail mulai berkurang sejak adanya tranportasi daring, kini semakin terpuruk dengan wabah ini.

"Biasanya mah ada penumpang yang mau ke Pasar Cihapit, sekarang mah gak ada pisan," tutur Mail.

Padahal jika hari-hari biasa, Mail bisa mengantongi uang Rp 100.000, itu pun kalau sedang ramai penumpang.

Uang itu tentu belum bersih ia terima. Pasalnya setiap hari setelah selesai menarik becak, ia biasa pulang ke Padalarang dengan menggunakan angkutan umum. Sebagian dari uang tersebut terpaksa ia gunakan untuk ongkos bolak-balik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com