Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPRD Jabar: Data Bantuan Corona Harus Akurat agar Tak Timbulkan Konflik

Kompas.com - 14/04/2020, 19:31 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Asep Syamsudin, meminta pendataan calon penerima bantuan penanggulangan untuk krisis ekonomi dampak Covid-19 dilakukan secara detail, benar dan tepat sasaran.

Menurut Asep, jika pendataan tidak akurat, hal tersebut akan menimbulkan konflik di masyarakat.

Terlebih, menurut Asep, sumber data yang digunakan oleh pemerintah dalam penanganan bantuan krisis ekonomi Covid-19 saat ini tumpang tindih karena menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari setiap kabupaten kota.

"Jika pendataannya tumpang tindih atau itu-itu saja penerimanya, ini akan menimbulkan kecemburuan sosial dan akan berdampak pada konflik horizontal," kata Asep dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (14/4/2020).

Baca juga: Warga yang Ingin Distribusi Bantuan Sembako Diimbau Koordinasi dengan Polisi

Asep mengatakan, data yang digunakan untuk bantuan ada yang disebut data desil satu atau data kerak miskin dengan kriteria seperti disabilitas, ibu hamil, bantuan sekolah dan yang lainnya.

Data kategori pertama ini menjadi acuan yang mendapat bantuan dari APBN berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dengan nominal bantuan sekitar Rp 9,8 juta setiap tahunnya.

Kedua data DTKS yang diperbaharui setiap empat bulan sekali juga digunakan untuk penerima Bantuan Sembako Non Tunai (BSNT). Besaranya jika diuangkan senilai Rp 200.000 per bulan berupa sembako.

Lalu ketiga, lanjut Asep, data progam Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang jumlahnya sama yaitu Rp 200.000 per bulan.

"Hanya saja PBI ini bantuan khusus untuk kesehatan," ungkap Asep.

Asep menjelaskan, DTKS jika digunakan sebagai acuan untuk data bantuan bagi masyarakat yang ekonominya terkena dampak corona, tidak relevan apabila digunakan tanpa terlebih dahulu diperbaharui menjadi data terbaru.

Sebab dari DTKS tersebut, lanjut Asep, sebanyak 18 persen digunakan untuk penerima PKH, 25 persen digunakan untuk penerima BSNT dan 35 persennya digunakan untuk penerima bantuan iuran (PBI).

"Semua program bantuan itu adalah bantuan rutin pemerintah pusat untuk warga yang benar-benar miskin, atau istilahnya itu bantuan untuk warga miskin absolut," paparnya.

Baca juga: Pemberi Bantuan bagi Warga Terdampak Covid-19 agar Koordinasi dengan Pemprov

Untuk itu, Asep meminta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Barat untuk benar-benar memberikan bantuan kepada warga Jawa Barat yang berpotensi menjadi warga miskin baru.

"Kami berharap bantuan baru itu tidak lagi diterima oleh penerima PKH, BSNT maupun PBI. Bantuan ini harus dikhususkan untuk warga miskin baru yang terimbas oleh dampak Covid-19 dengan data terbaru," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com