Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Bangun Jalan Lewati Gunung Cikuray, Garut Diminta Belajar dari Banjir 2016

Kompas.com - 09/03/2020, 11:32 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi meminta pembangunan jalan lintas kecamatan di Garut, Jawa Barat, yang melewati hutan lindung di Gunung Cikuray, agar dihentikan. 

Sebab, pembangunan jalan yang menghubungkan Kecamatan Cilawu dan Banjarsari itu menimbulkan banyak risiko.

Pernyataan itu disampaikan Dedi menjawab surat dari Konsorsium Penyelamatan Cikuray yang mengadukan kerusakan hutan lindung akibat pembangunan jalan lintas kecamatan.

Dedi menyebut, pembukaan jalur itu bisa menimbulkan kerusakan hutan dan ekosistem di dalamnya.

Baca juga: Bikin Jalan Lewati Hutan Lindung di Garut, Pegiat Lingkungan Protes

 

Sebab, dengan adanya jalan itu, maka akses untuk pembalakan liar dan penangkapan hewan langka yang dilindungi semakin mudah.

"Selain itu, pembukaan jalan itu mengakibatkan risiko tumbuhnya bangunan di areal hutan secara tak kendali yang pada akhirnya berdampak pada kerusakan ekosistem dan konservasi," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (9/2/2020).

Dampak lebih jauh dari pembukaan jalan itu, lanjut Dedi, adalah munculnya berbagai bencana alam.

Di antaranya bencana krisis air karena sumbernya hilang. Lalu kekeringan, banjir, longsor dan puting beliung.

"Puting beliung terjadi karena hilangnya hutan, maka angin tak bisa dipecah. Sebab, yang mampu memecah angin adalah pohon dan bambu," kata Dedi.

Dedi mengatakan, risiko-risiko ini harus jadi pertimbangan utama dalam sebuah kebijakan pemerintah daerah.

Apalagi, kata Dedi, jika pembangunan itu belum mengantongi izin dan tidak ada Amdal, maka sebaiknya harus dihentikan. 

Ia mengatakan, kalau melihat falsafah di Jawa Barat, disebutkan bahwa Prabu Siliwangi itu hilang di hutan Sancang, Garut. Prabu Siliwangi merupakan simbol penting di masyarakat Sunda.

"Artinya dari sisi perdaban sejarah Sunda, Garut itu harapan terakhir dari tata kelola ekosistem di tanah Sunda, sehingga sebaiknya pembangunan tersebut (jalan lintas) dikaji kembali," katanya.

Harus belajar dari pengalaman

Dedi mengatakan, Garut harus belajar dari pengalaman banjir bandang yang terjadi di kawasan kota pada 20 September 2016.

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi lokasi bencana banjir bandang di Garut, Jawa Barat, Kamis (29/9/2016).Dok BNPB via Sutopo Purwo Nugroho Presiden Joko Widodo saat mengunjungi lokasi bencana banjir bandang di Garut, Jawa Barat, Kamis (29/9/2016).

 

Bencana akibat meluapnya sungai Cimanuk itu menewaskan 27 orang dan merusak banyak bangunan.

Menurut Dedi, debit air Cimanuk meningkat akibat resapan air hujan di kawasan hulu minim atau rusak. Karena sungai tak mampu lagi menampung banyak air hingga mengakibatkan air meluap masuk ke kawasan perkotaan.

"Kalau mau jujur-jujuran, (bencana) itu karena rusaknya areal hutan di kawasan hulu," tandas Dedi.

Baca juga: Korban Meninggal akibat Banjir Bandang di Garut Jadi 27 Orang, 22 Masih Hilang

Lanjut Dedi, kawasan hulu mengalami mengalami banyak perubahan karena menjadi areal industri pariwisata dengan tumbuhnya bangunan pelengkap wisata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com