Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Jamu Ilegal Ditangkap di Lamongan, Bahan Baku Gunakan Air Hujan dan Zat Kimia

Kompas.com - 06/03/2020, 07:34 WIB
Hamzah Arfah,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

LAMONGAN, KOMPAS.com - Polres Lamongan membongkar produksi dan pengedaran jamu tradisional tanpa izin atau ilegal yang telah berjalan selama 24 tahun.

Polisi menangkap Shodiq (62), warga Kecamatan Deket, Lamongan, Jawa Timur, dalam pengungkapan kasus itu.

Jamu ilegal itu diedarkan hingga Kabupaten Gresik. Shodiq menggunakan merek Jamu Pegel Linu Tiga Daun, jamu itu dipasarkan dalam botol bekas minuman berenergi isi 150 mililiter.

"Jadi kami awalnya menemukan, kemudian kami telusuri ternyata jamu tersebut ilegal dan beredar tanpa dilengkapi izin yang ditetapkan," kata Kapolres Lamongan AKBP Harun dalam rilis yang digelar di tempat tinggal pelaku, Kamis (5/3/2020).

Baca juga: Eksekusi Lahan, Dua Polisi Luka Terkena Lemparan Batu di Maluku

Polisi menemukan ratusan botol jamu ilegal di rumah pelaku. Termasuk, botol bekas minuman berenergi yang akan dijadikan kemasan jamu.

Harun menjelaskan, produksi jamu tersebut tak sesuai standar yang berlaku. Air yang digunakan sebagai bahan pembuatan jamu berasal dari air hujan. 

"Juga dicampur gerusan obat etikal. Tapi yang kita persoalkan adalah, tidak adanya izin. Sementara soal bahaya mengonsumsi jamu ini, biar dari Dinas Kesehatan yang menjelaskan," ucap dia.

Sementara itu, Shodiq mengaku telah 24 tahun memproduksi jamu. Ia belajar meracik jamu itu dari buku yang dibeli di pasar loak di Surabaya.

Satu botol jamu dijual seharga Rp 5.000.

"Bahannya dari temulawak, mengkudu kering, serta gerusan dari beberapa obat. Kemudian dicampur dengan air, dan dimasak dalam drum sambil diaduk. Setelah itu didiamkan dulu sepekan, baru dimasukkan ke dalam botol-botol untuk dijual," kata Shodiq.

Shodiq mengaku bisa memperoleh keuntungan hingga Rp 15 juta dalam sebulan. Ia mengedarkan sendiri jamu itu dengan mendatangi toko di Lamongan dan Gresik.

Salah satu pegawai Dinas Kesehatan Lamongan Luky Liza Fais mengatakan, jamu yang diproduksi Shodiq masuk dalam kategori berbahaya jika dikonsumsi tubuh.

"Tetap harus ada peraturan standar, untuk menjamin mutu dan kualitasnya. Selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah segi kebersihan pada saat pengolahan. Karena ketika pembuatan tidak sesuai standar, tentu tidak layak untuk kesehatan," kata Luky.

Baca juga: 20 Hari Tak Ada yang Mati Mendadak, Daging Ternak dari Gunungkidul Aman Dijual

Luky mengatakan, produk jamu itu tak mengantongi izin BPOM sebelum dipasarkan.

Belum lagi, terdapat campuran zat kimia dari jamu tersebut, seperti sodium siklamat (pemanis buatan), bahan pengawet, dan obat etikal.

"Padahal jamu tradisional tidak boleh mengandung obat-obatan etikal seperti. Kalau diminum memang bisa menghilangkan nyeri atau mungkin badannya jadi enak, tapi itu karena efek dari penggunaan obat tambahan, bukan dari bahan alami jamu tersebut. Itu yang bahaya, karena obat-obatan ini ada dosisnya," jelas Luky.

Polisi menyita 580 botol jamu tanpa label, 90 botol jamu kosong, 2 botol sodium siklamat, 2 botol bilimbi, bahan pangan benzoat, 1 kaleng vitamin B komplek, tumbukan temulawak, 1 drum berisi adukan jamu yang didiamkan, mengkudu kering, lem, dan segel botol.

Atas perbuatannya, Shodiq dijerat Pasal 197 dan 196 Undang Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com