KOMPAS.com - Ahmad Hassan, seorang terpidana mati kasus pengeboman Kedutaan Besar Australia, mengaku ketakutan ketika menolak untuk dilakukan baiat oleh kelompok yang menyebut diri sebagai bagian dari ISIS di penjara Nusakambangan.
Pasalnya, mereka yang menolak untuk dibaiat dianggap orang yang murtad dan darahnya halal untuk dibunuh.
Sementara di Yogyakarta, sejumlah siswa SMPN 1 Turi, Kabupaten Sleman, terseret arus saat melakukan kegiatan Pramuka dengan agenda susur sungai.
Dua berita tersebut menjadi perhatian pembaca di Kompas.com.
Berikut ini lima berita populer nusantara:
Terpidana mati kasus pengeboman Kedutaan Besar Australia, Ahmad Hassan mengaku sempat ketakutan setelah menolak dibaiat oleh Jemaah Ansharut Daulah (JAD), kelompok yang berafiliasi dengan ISIS.
Hal itu karena mereka yang menolak bergabung dengan kelompok yang didirikan oleh Aman Abdurrahman saat berada di Nusakambangan tersebut dianggap orang yang murtad.
Sehingga darahnya dianggap halal untuk dibunuh oleh mereka.
"Saat ramai-ramainya baiat ISIS, itu saya enggak bisa tidur, saya takut. Takut lengah saat tidur. Kita satu kamar, itu banyak. Saya sama Pak Subur (Subur Sugiarto, terpidana Bom Bali 2) berdua dan yang tidak berbaiat dianggap murtad," ungkapnya.
Hassan menyatakan, salah satu yang membuatnya sadar bahwa yang dilakukannya salah selama ini saat melihat dampak terhadap para korban bom.
Baca juga: Pengakuan Napi Terorisme Tolak Baiat ISIS di Nusakambangan, Waswas Takut Dibunuh Saat Tidur
Kegiatan Pramuka dengan agenda susur sungai yang dilakukan oleh sejumlah siswa SMPN 1 Turi, Kabupaten Sleman di Sungai Sempor, Padukuhan Dukuh, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, berujung petaka.
Pasalnya, saat para siswa melakukan kegiatan tersebut di sungai tiba-tiba banjir datang.
Akibatnya, sejumlah siswa ikut tenggelam terseret arus.