Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Penonaktifan Dosen Unnes yang Diduga Hina Jokowi, Status 8 Bulan Lalu hingga Kasus Plagiarisme

Kompas.com - 17/02/2020, 06:30 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Seorang dosen di Universitas Negeri Semarang (Unnes) Sucipto Hadi Purnomo dibebaskan sementara dari pekerjaannya.

Hal itu tercantum dalam Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020.

Diduga, status Facebook yang pernah diunggah Sucipto telah menghina Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Diduga Hina Jokowi, Dosen Unnes Dinonaktifkan

Status 8 bulan lalu

Postingan SHP yang diduga sebagai ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi.KOMPAS.com/facebook pribadi Postingan SHP yang diduga sebagai ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi.
Status yang dipermasalahkan diunggah sekitar delapan bulan lalu atau tanggal 10 Juni 2019.

Dalam status Facebook tersebut Sucipto menulis, 'Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?'

Rektor Unnes Fathur Rohman menegaskan, tidak memberikan toleransi pada dosen, tenaga pendidik atau mahasiswa yang menghina simbol NKRI dalam unggahannya.

Ketentuan tersebut, lanjut Fathur, tercantum dalam UU ITE dan RKUHP dengan ancaman hukuman pidana.

"Sebagai perguruan tinggi negeri, Unnes memiliki kewajiban menjaga NKRI dan Presiden sebagai simbol negara," katanya.

Sebab, Unnes melalui tugas pokok Tridharma perguruan tinggi memiiki peran meneguhkan peradaban bangsa.

"Jadi kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden berarti yang bersangkutan tidak beradab," kata dia.

Baca juga: Dibebastugaskan karena Dianggap Hina Presiden, Dosen Unnes Ajak Debat Terbuka dengan Rektor

Ajak debat terbuka

Ilustrasi debat Shutterstock Ilustrasi debat

Di sisi lain, bagi Sucipto, postingan itu tidak mempersoalkan apapun.

Ia mengajak Rektor Unnes menggelar debat terbuka terkait masalah tersebut daripada tiba-tiba memberhentikannya.

"Ini kan masyarakat akademik, kenapa tidak dibuat saja debat terbuka dengan menghadirkan ahli bahasa, ahli politik," ujar dia.

Menurutnya, ada keganjilan dari sanksi yang diberikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com