PADANG, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Andalas (Unand) Padang Elwi Danil mengatakan, pemesan Pekerja Seks Komersial (PSK) online tak bisa dijerat hukum karena tak ada pasal yang mengatur.
Menurut dia, si pemesan hanya bisa dijadikan saksi dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat tersangka.
"Dalam kasus PSK online yang digerebek polisi bersama Andre Rosiade, laki-laki pemesan PSK tidak bisa dijerat," kata Elwi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/2/2020).
Baca juga: Duduk Perkara Penggerebekan PSK di Padang hingga Anggota DPR Andre Rosiade Bantah Sengaja Menjebak
Elwi menjelaskan, berdasarkan UU ITE Pasal 27 dan Pasal 45 ayat 1 mengatakan yang dapat dijerat hukum yakni seseorang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
"Jadi yang bisa dijerat itu hanyalah orang yang mendistribusikan konten itu. Sementara penerima tidak bisa," jelas Elwi.
Elwi juga menyorot penetapan N dan mucikarinya AS (24) sebagai tersangka oleh polisi yang dianggapnya masih menimbulkan kontroversi.
Dalam Pasal 184 KUHP disebutkan alat bukti yang dipergunakan adalah alat bukti yang sah.
"Sementara alat bukti yang digunakan diduga hasil penjebakan dan ini tidak sah," kata Elwi.
Menurut Elwi penjebakan bisa dilakukan oleh polisi dan bukan warga biasa.
"Kalau yang menjebak polisi, ini tidak jadi masalah. Persoalannya yang menjebak itu warga," tegas Elwi.
Sementara pakar hukum pidana Unand lainnya, Nani Mulyati menyebutkan penetapan tersangka oleh polisi bisa dilakukan jika memenuhi unsur-unsur pelanggaran UU ITE tersebut.
"Polisi menetapkan tersangka tentu setelah ada bukti PSK dan mucikari itu menyebarkan konten asusila tersebut," kata Nani.