Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Bumi dan Bangunan Naik 130 Persen, Paguyuban Kepala Desa Protes

Kompas.com - 03/02/2020, 09:35 WIB
Dian Ade Permana,
Khairina

Tim Redaksi

UNGARAN, KOMPAS.com - Paguyuban Kepala Desa Hamong Projo Kabupaten Semarang menyatakan menolak rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Kenaikan sebesar 130-200 persen tersebut dirasa memberatkan masyarakat.

Plt. Ketua Hamong Projo Rokhmad mengatakan, rencana kenaikan tersebut harus dikaji ulang. Apalagi, tidak ada sosialisasi kepada warga terkait kenaikan PBB.

"Harus ada kajian yang jelas. Dalam Perda itu hanya menyatakan setiap tiga tahun ada penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), penetapan itu asumsinya bisa tetap, bisa naik, bisa turun. Tapi kajiannya harus jelas," kata Rokhmad di Balai Desa Sraten, Senin (3/2/2020).

Baca juga: PBB Naik Dua Kali Lipat di Sejumlah Wilayah, Anies Tinjau Ulang Kebijakannya

Dia menilai, kenaikan tersebut bertentangan dengan kondisi masyarakat karena saat ini perekonomian sedang tidak baik.

"Dasar perhitungan itu apa, juga tidak jelas. Ini jadi pertanyaan dan menyebabkan benturan antara warga dengan perangkat desa yang bertugas memungut pajak. Kita hanya memungut tanpa memberi penjelasan, tentu akan banyak yang protes," jelasnya.

Menurut Rokhmad, zonasi mengenai pajak tersebut juga harus diperjelas.

"Jangan persawahan disamakan dengan pabrik atau perumahan, ini tidak adil," paparnya.

Jika pemerintah berpihak kepada rakyat, lanjutnya, tanah persawahan harus dibebaskan dari pajak.

Baca juga: Bayar Pajak Bumi dan Bangunan di Semarang Sekarang Bisa Pakai Go-Pay

Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bondan Marutohening mengatakan, sebelum menaikkan NJOP harus menarik piutang pajak dan PBB yang ada terlebih dahulu.

"Kemudian perlu adanya pembaruan data tentang kelas atau status tanah. Termasuk memperbarui data status alih fungsi pemanfaatan tanah," jelasnya.

Yakni tanah kosong yang kemudian menjadi industri, pemukiman baru, hingga didirikan usaha pariwisata.

Dia menilai, kenaikan PBB yang signifikan ada di wilayah perkotaan, kawasan industri, dan daerah pariwisata.

"Jadi rencana kenaikan PBB itu harus dikaji ulang. Kami khawatir jika kebijakan ini dipaksakan, malah akan membuat masyarakat memboikot bayar pajak," kata Bondan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com