PEKANBARU, KOMPAS.com - Eva (43) dan suaminya, Edi (54), petani asal Desa Balam Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, terpaksa memanen padi lebih awal dari jadwal semestinya.
Mereka takut semua padi gagal panen akibat banjir yang melanda.
Kondisi banjir di pesawahan makin meluas, akibat luapan Sungai Kampar yang semakin tinggi. Banjir sudah memasuki hari keempat.
Ratusan hektar padi petani yang berada di tepi jalan lintas Riau-Sumatera Barat sudah terendam banjir.
Satu hektar di antaranya milik Eva dan Edi. Namun, hanya sebagian yang baru menguning.
Edi tampak tengah memanen padi menggunakan sabit di tengah banjir. Ketinggian air mencapai dadanya atau sekitar satu meter lebih.
Padi yang disabit kemudian dimasukkan ke dalam baskom. Setelah itu padi dikeringkan dengan cara dijemur.
"Sebagian udah berisi dan menguning, jadi terpaksa kami panen lebih awal buat makan. Kalau tidak dipanen padi akan rusak. Sedangkan selebihnya diperkirakan panen bulan Januari tajun depan. Sebentar lagi semuanya akan tenggelam banjir. Air naik terus," kata Eva, saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (14/12/2019).
Baca juga: Banjir Rendam Ratusan Rumah dan Pusat Kota Pangkal Pinang
Menurut Eva, padi yang dipanen saat ini belum masuk jadwal semestinya. Waktu yang pas memanen padi sekitar dua atau tiga minggu lagi.
Tapi karena takut padi rusak atau fuso akibat terendam banjir, mau tak mau padinya harus di panen lebih awal.
Dia mengatakan, padi yang baru menguning yang terpaksa dipanen sekitar setengah hektar.
"Ini yang kami panen paling dapat sekitar lima karung. Tapi syukurlah masih ada rezeki kami," ucap Eva.
Padi yang terancam gagal panen akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Padahal, sebut Eva, padi merupakan salah satu sumber utama pendapatannya.
Untuk modal dari awal tanam sampai perawatan, Eva menghabiskan sekitar Rp 7 juta.
Bencana banjir yang berdampak ke sawah, akui Eva, terjadi hampir setiap tahun. Setiap kali banjir dia dan petani lainnya mengalami gagal panen.