Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Bantu Dimas, Bocah 12 Tahun yang Lahir Prematur, Alami Gangguan Saraf Punggung dan Sang Ibu Meninggal karena Serviks

Kompas.com - 09/12/2019, 19:15 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Ramelan, warga RT 07 RW 06, Dusun Berokan, Kelurahan Berokan, Bawen, Kabupaten Semarang, berharap uluran tangan dermawan untuk membiayai pengobatan anak keduanya, Dimas Andre Kurniawan (12).

Ramelan menceritakan, anak keduanya tersebut terlahir prematur saat usia kandungan istrinya lima bulan.

"Saat itu, istri saya kerja di pabrik. Waktu di kamar mandi terpeleset, sehingga bayinya harus dikeluarkan," jelasnya, Senin (2/12/2019).

Berjalannya waktu, kondisi yang dialami Dimas sanat memprihatinkan. Dimas yang seharusnya sudah bersekolah di bangku kelas 1 SMP, hanya bisa tergolek lemah. Berat badannya pun tak lebih dari 10 kilogram. 

Baca juga: Kisah Sedih Dimas, Bocah 12 Tahun dengan Bobot 10 Kg: Lahir Prematur 5 Bulan, Ibu Meninggal karena Kanker Serviks

Selain itu, Dimas saat ini mengalami gangguan di saraf punggung dan kepala. Tak hanya itu,  tenggorokannya pun sempit dan kondisi ini menganggu pita suaranya.

Ramelan yang bekerja sebagai tenaga serabutan telah mengupayakan berbagai cara demi kesembuhan Dimas. Mulai dari cara medis hingga tradisional.

"Dia menjalani terapi selama empat tahun. Hasilnya, kepala Dimas bisa digerakkan. Tapi terapi tidak saya lanjutkan karena tidak ada biaya," jelasnya.

Sang Ibu meninggal karena kanker serviks

Perjuangan hidup keluarga Ramelan pun semakin berat. Istri Dimas meninggal dunia usai diserang kanker serviks.

Ramelan pun terpaksa menjaga Dimas buah hatinya dan rela tak bekerja.

"Bahkan untuk mandi dan menggantikan baju pun harus saya. Pernah saya titipkan ke kakak saya, tapi dia malah meng-kakukan diri saat ganti baju," ungkapnya.

Kondisi keuangan yang sulit tersebut akhirnya berimbas ke biaya sekolah kakak Dimas, Melati Suryaningrum.

Siswi kelas III sebuah SMK di Bawen tersebut menunggak pembayaran hingga lima bulan.

"Tapi saat ini sudah dibayarkan oleh komunitas relawan agar Melati bisa tetap sekolah. Apalagi, sebentar lagi dia akan ujian jadi saya berusaha agar dia bisa lulus sekolah," kata Ramelan.

Keinginan sang kakak ingin berhenti sekolah

Kondisi ekonomi yang sulit tersebut sempat membuat Melati enggan melanjutkan sekolah. Dirinya ingin bekerja agar bisa membantu orangtua.

Tapi Ramelan menekankan pentingnya pendidikan bagi Melati meski harus menjual berbagai perabot di rumah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com