Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluhan Pengusaha Tahu jika Tak Pakai Limbah Plastik untuk Produksi

Kompas.com - 27/11/2019, 06:54 WIB
Ghinan Salman,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SIDOARJO, KOMPAS.com - Puluhan pengusaha tahu di sentra industri Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, berjanji tak akan lagi menggunakan limbah plastik impor sebagai bahan bakar pembuatan dan penggorengan tahu.

Kendati demikian, mereka tak sepenuhnya sepakat dengan bahan bakar pengganti berupa wood pellet atau pelet kayu yang disiapkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.

Salah satu pemilik pabrik tahu di Desa Tropodo, Gufron (52) mengatakan, ongkos yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan bakar pengganti berupa pelet kayu dinilai terlalu mahal.

Selain itu, bahan bakar alternatif tersebut sulit didapatkan dan tidak mengeluarkan panas yang stabil.

"Menurut saya bahan bakar pengganti ini bukan solusi. Karena proses pemanasan tahu ini membutuhkan panas yang tinggi," kata Gufron.

Baca juga: Limbah Plastik untuk Bahan Bakar Pabrik Tahu Sudah Berlangsung 20 Tahun

"Kalau sampah plastik lebih murah, lebih cepat panas, lebih kuat dan lebih lama habis," ujar dia.

Menurut Gufron, limbah plastik yang dibeli dari perusahaan kertas dijual seharga Rp 200.000 per truk. Biasanya, limbah plastik itu bisa digunakan selama empat hari untuk memproduksi tahu.

Apabila harus beralih menggunakan bahan bakar alternatif, ia ingin menggunakan kayu bakar sebagai pengganti limbah plastik impor.

Namun, ia meminta agar Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memberikan bantuan berupa mesin ketel.

"Sebenarnya memang lebih enak pakai kayu bakar. Tapi mesin ketel harus diganti. Harga ketel ada yang Rp 65 juta, Rp 80 juta, tergantung kualitas. Bahkan ada yang sampai Rp 200 juta," ujar dia.

Pengusaha tahu lainnya, Lukman (54) memiliki pendapat yang sama.

Menurut dia, para pemilik pabrik tahu di Desa Tropodo menginginkan pemerintah memberikan bantuan mesin ketel agar beralih menggunakan kayu bakar untuk memproduksi tahu.

"Saya juga keberatan dengan bahan bakar pengganti yang disiapkan (Pemkab Sidoarjo), karena lebih mahal. Tapi kalau yang lain mau, ya saya mau tidak mau saya harus pakai juga," ujar dia.

Agus Suyanto, pengusaha tahu di Desa Tropodo juga berat untuk  menggunakan bahan bakar alternatif. Ia menyampaikan, bahan bakar pengganti itu dianggap tidak sesuai dengan alat produksi.

"Kurang enak ya kalau pakai itu (pelet kayu). Cost-nya juga mahal," tutur dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com