Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Jeruji Lapas Kedungpane Semarang

Kompas.com - 18/11/2019, 14:58 WIB
Riska Farasonalia,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Pemandangan terlihat berbeda ketika hendak memasuki area Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang, Jawa Tengah.

Lapas yang dikenal dengan sebutan Lapas Kedungpane ini terletak di Jalan Raya Semarang-Boja KM 4, Wates, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.

Di balik jeruji besi yang khusus bagi narapidana laki-laki itu, aura kejahatan tak lagi tampak.

Baca juga: Terdapat 28.000 Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Semarang

Sebab, mereka tengah disibukkan dengan berbagai macam aktivitas seperti membuat kerajinan tangan.

Para narapidana yang biasa disebut warga binaan pemasyarakatan (WBP) ini dibimbing untuk berwirausaha dengan memproduksi sepatu siap pakai.

Kepala Lapas Kelas IA Kedungpane Dadi Mulyadi mengatakan, selama menjalani hukuman pidana, para narapidana tidak hanya diam menunggu hukumannya.

Namun, mereka memproduksi berbagai macam kerajinan tangan atas inisiatif mereka sendiri. Salah satunya adalah dengan membuat kerajinan sepatu.

"Kami tidak membatasi bagi seorang narapidana untuk berkarya. Kami mendukung dan memfasilitasi dengan menggandeng lembaga lain. Tersedia juga bengkel kerja khusus membuat sepatu," kata Dadi, di Semarang, Senin (18/11/2019).

Di samping itu, lanjut Dadi, kegiatan tersebut juga untuk memberdayakan narapidana kasus narkoba agar bisa mengalihkan ketergantungan terhadap narkoba.

Produk sepatu yang dihasilkan oleh para napi tersebut memiliki kualitas tak kalah dari produksi pabrik.

"Kualitasnya bagus, tetapi harga justru lebih murah dibanding keluaran pabrik. Jika harga sepasang sepatu produk pabrik sekitar Rp 400.000, maka sepatu hasil karya para napi ini dibanderol Rp 200.000 hingga Rp 275.000 saja," terang dia.

Dadi melanjutkan, konsep utama dari pembuatan sepatu di penjara ini adalah para napi tidak hanya terampil membuat sepatu, tetapi diajari bagaimana manajemen penjualan.

Dengan demikian, kata Dadi, mereka tidak dipersiapkan menjadi buruh, tetapi agar menjadi entrepreneur atau wirausaha.

Upaya pengembangan industri kecil di dalam lapas ini pun tak lepas dari dukungan petugas atau manejemen lapas, napi, dan masyarakat.

"Dengan adanya dukungan dari tiga pihak tersebut, barulah disusun sebuah sistem. Pembinaan kepada para napi dilakukan dengan sistem dari kita, oleh kita, dan untuk kita," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com