KOMPAS.com - Paidi (37), warga Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, dulu adalah seorang pemulung.
Namun, tiga tahun ini nasib Paidi berubah total. Ia sekarang menjadi seorang miliarder setelah mengembangkan porang, sejenis umbi-umbian di desanya.
Porang yang ditanam Paidi bahkan dikirim hingga keluar negeri. Paidi juga memberikan modal kepada petani di kampung halamannya yang ingin mengembangkan porang.
Baca juga: Warganya Jadi Miliarder Berkat Porang, Desa Ini Dirikan Pusat Studi Porang Indonesia (2)
Saat ini, di Desa Kepel sudah ada 15 petani yang berangkat umrah setelah mendapat bantuan 30 kg bibit yang bisa menghasilkan Rp 72 juta setiap panen.
Paidi menejelaskan bahwa untuk lahan satu hektar jika ditanami porang semuanya, dalam kurun dua musim atau sekitar dua tahun, ia bisa mendapatkan uang Rp 800 juta.
Omzet Rp 800 juta, bila dikurangi dengan biaya pengadaan bibit, pupuk, hingga pengolahan lahan sekitar Rp 100 juta, laba bersih mencapai Rp 700 juta.
Fantastis bukan?
Paidi mengatakan bahwa umbi porang bisa digunakan untuk bahan makanan dan kosmetik.
Selama ini, menurut Paidi, tanaman porang rata-rata tumbuh di bawah naungan pohon lain. Hal itu yang membuat masa tanam porang menjadi lebih lama hingga tiga tahun.
Ia kemudian mengubah pola tanam konvensional dengan membuat revolusi tanam baru.
Baca juga: Paidi, Pemulung Beromzet Miliaran berkat Porang, Kini Didatangi Banyak Orang yang Ingin Belajar (1)
Dengan pola tanam baru, ia bisa memanen 70 ton porang di lahan satu hektar. Padahal sebelumnya, satu hektar hanya menghasilkan sembilan ton.
Selain itu, masa panen porang yang awalnya tiga tahun dipangkas menjadi enam bulan.
Sementara itu, Juanda, Ketua Tim Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat, IPB, di Bogor, Kamis (15/8/2013), mengatakan bahwa permintaan pasar terhadap umbi porang cukup tinggi.
Menurut dia, banyak negara seperti Jepang, Taiwan, dan Korea yang mengolah umbi porang menjadi sumber makanan.
Baca juga: 6 Fakta Mantan Pemulung Sukses Bisnis Porang, Omzet Miliaran Rupiah hingga Cita-cita Umrah Satu Desa